Depresiasi Tinggi Mobil Listrik Bekas: Tantangan Pasar dan Perilaku Konsumen

Depresiasi Tinggi Mobil Listrik Bekas: Tantangan Pasar dan Perilaku Konsumen

Pasar mobil listrik bekas di Indonesia tengah menghadapi tantangan unik berupa depresiasi harga yang signifikan. Direktur OLXmobbi, Agung Iskandar, baru-baru ini mengungkapkan bahwa penurunan harga mobil listrik bekas mencapai angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mobil konvensional bermesin pembakaran internal (ICE). Hal ini terjadi meskipun populasi mobil listrik di jalanan semakin meningkat.

Agung menjelaskan bahwa tingginya depresiasi ini disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, tingkat penerimaan konsumen terhadap mobil listrik masih relatif rendah. Ketidakpastian terkait kondisi baterai, performa jangka panjang, dan biaya perawatan menjadi kekhawatiran utama calon pembeli. “Mobil listrik masih tergolong baru di pasar Indonesia. Kendaraan yang sudah masuk pasar mobil bekas umumnya baru berusia tiga tahun, seperti Air EV dan Ioniq 5. Suplai mobil listrik bekas masih sangat terbatas. Dari seribu unit mobil listrik yang masuk pasar, hanya sekitar satu unit yang merupakan kendaraan listrik murni (BEV),” ujarnya dalam sebuah wawancara di Jakarta pada Senin (17/3/2025).

Faktor lain yang berpengaruh adalah strategi peluncuran mobil listrik baru yang agresif. Munculnya model-model baru dengan harga yang lebih kompetitif membuat konsumen lebih cenderung menunggu mobil baru daripada membeli mobil bekas. Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan di pasar mobil listrik bekas. “Dari sisi penjual, karena peminatnya sedikit, maka harga terpaksa diturunkan untuk menarik pembeli,” tambah Agung.

Perbandingan dengan pasar mobil ICE memperjelas fenomena ini. Pasar mobil ICE yang lebih matang memiliki siklus hidup produk yang lebih terukur, sehingga terdapat jeda waktu yang jelas antara peluncuran model baru dan dampaknya terhadap harga jual kembali mobil bekas. Hal ini menciptakan alur yang lebih positif dan stabil di segmen kendaraan bekas.

Tantangan lain yang dihadapi adalah kurangnya infrastruktur pendukung dan keahlian dalam mengevaluasi kondisi baterai mobil listrik bekas. “Belum lagi soal kondisi baterai. Menentukan apakah baterai masih aman digunakan atau tidak masih sangat sulit. Ini merupakan tantangan besar bagi pasar mobil listrik bekas,” ungkap Agung. Data menunjukkan bahwa depresiasi mobil listrik bekas pada tahun pertama mencapai rata-rata 20 persen, jauh lebih tinggi daripada mobil ICE yang berkisar antara 10 hingga 15 persen.

Kesimpulannya, tingginya depresiasi mobil listrik bekas merupakan hasil dari interaksi antara rendahnya tingkat penerimaan konsumen, strategi peluncuran produk baru, dan kurangnya infrastruktur pendukung. Kondisi ini menuntut para pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap mobil listrik bekas dan membangun ekosistem yang lebih mendukung perkembangan pasar ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi depresiasi tinggi mobil listrik bekas:

  • Rendahnya tingkat penerimaan konsumen
  • Ketidakpastian terkait kondisi baterai
  • Peluncuran model baru dengan harga kompetitif
  • Kurangnya infrastruktur pendukung dan keahlian dalam mengevaluasi kondisi baterai
  • Suplai mobil listrik bekas yang masih terbatas
  • Permintaan pasar yang masih rendah