Ratu Shima dari Kalingga: Ketegasan dan Keadilan di Era Perkembangan Islam Nusantara
Ratu Shima dari Kalingga: Ketegasan dan Keadilan di Era Perkembangan Islam Nusantara
Perjalanan sejarah Nusantara menyimpan beragam kisah menarik, salah satunya adalah riwayat Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga yang memerintah pada abad ke-7 Masehi. Lahir sekitar tahun 611 Masehi, masa hidup Nabi Muhammad SAW, pemerintahan Ratu Shima menandai periode penting dalam sejarah Jawa, khususnya dalam konteks interaksi dengan dunia luar dan perkembangan awal Islam di Nusantara. Meskipun pemerintahannya berlangsung setelah wafatnya Nabi Muhammad, keberadaannya dikaitkan dengan jejak awal penyebaran Islam di wilayah tersebut melalui perdagangan dan interaksi dengan para saudagar Arab dan Persia.
Kerajaan Kalingga, yang pusatnya diperkirakan berada di wilayah Jepara, Jawa Tengah, merupakan kerajaan bercorak Hindu yang cukup berpengaruh pada masanya. Ratu Shima sendiri, putri seorang pemuka agama Hindu-Syiwa di Sumatera Selatan, naik tahta setelah kematian suaminya, Pangeran Kartikeyasinga. Pemerintahannya yang berlangsung dari tahun 674 hingga 695 Masehi dikenal karena ketegasan dan keadilannya, sebuah reputasi yang bahkan sampai terdengar hingga Timur Tengah.
Salah satu kisah yang menggambarkan ketegasan Ratu Shima adalah insiden sekantung emas yang diletakkan di alun-alun kerajaan oleh seorang raja dari Timur Tengah, Raja Ta-Shih. Uji kejujuran ini bertujuan mengukur moralitas rakyat Kalingga. Betapapun mengejutkannya, sekantung emas itu tetap utuh selama berbulan-bulan. Namun, ujian kejujuran ini berubah menjadi peristiwa tragis ketika kaki Pangeran Narayana, putra Ratu Shima, tak sengaja menyentuh emas tersebut. Tanpa ragu, Ratu Shima menjatuhkan hukuman mati. Meskipun keluarga kerajaan dan para pejabat memohon keringanan hukuman, Ratu Shima tetap teguh pada keputusannya, yang kemudian diubah menjadi hukuman potong kaki atas pertimbangan tertentu.
Kejadian ini, meskipun terdengar kejam menurut standar modern, menggambarkan penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu di bawah pemerintahan Ratu Shima. Sikap tegas ini mungkin juga menjelaskan reputasi Kerajaan Kalingga sebagai kerajaan yang kuat dan terhormat di mata para pedagang asing.
Peran Ratu Shima dalam konteks perkembangan Islam di Nusantara juga patut diperhatikan. Bukti sejarah menunjukkan adanya perdagangan aktif antara Kerajaan Kalingga dengan para saudagar Arab (tazhi) sejak pertengahan abad ke-7 Masehi. Para saudagar ini tidak hanya melakukan kegiatan perdagangan, namun juga menyebarkan ajaran Islam secara bertahap. Hubungan perdagangan yang berkelanjutan ini membuka jalan bagi interaksi budaya dan agama, termasuk penyebaran Islam, yang selanjutnya diperkuat dengan kedatangan para pedagang dan imigran Persia pada abad-abad berikutnya.
Kesimpulannya, Ratu Shima bukan hanya seorang pemimpin yang tegas dan adil, tetapi juga menjadi bagian penting dalam pusaran perubahan sosial dan budaya di Nusantara pada masa transisi, yang menandai awal perkembangan Islam di wilayah tersebut. Kisahnya menawarkan sebuah jendela ke masa lalu yang kompleks dan kaya, di mana perdagangan, politik, dan agama saling terkait dan membentuk sejarah Nusantara sebagaimana kita kenal sekarang.
- Kerajaan Kalingga dan lokasi geografisnya
- Pernikahan Ratu Shima dengan Pangeran Kartikeyasinga
- Ketegasan dan keadilan Ratu Shima dalam menegakkan hukum
- Insiden sekantung emas dan hukuman Pangeran Narayana
- Hubungan perdagangan dengan saudagar Arab dan Persia
- Peran Ratu Shima dalam konteks awal perkembangan Islam di Nusantara