Eks Kapolres Ngada Ajukan Banding Usai Dipecat Tidak Hormat dari Polri atas Kasus Pencabulan
Eks Kapolres Ngada Ajukan Banding Setelah Dipecat Tidak Hormat dari Kepolisian
Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah resmi menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada. Putusan tersebut dibacakan pada Senin, 17 Maret 2025, di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan. Namun, AKBP Fajar, yang terbukti bersalah dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, telah menyatakan banding atas keputusan tersebut. Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, menyatakan bahwa hak banding merupakan hak yang melekat pada terduga pelanggar.
Brigjen Pol. Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, menjelaskan bahwa meskipun terduga pelanggar diberikan waktu tiga hari untuk mengajukan banding, AKBP Fajar telah langsung menyatakan bandingnya. Tahap selanjutnya, AKBP Fajar diwajibkan untuk menyerahkan memori banding. Setelah itu, KKEP akan membentuk Komisi Banding untuk menggelar sidang banding. Pihak kepolisian berharap proses ini dapat berjalan cepat dan berharap AKBP Fajar segera menyerahkan memori banding, sehingga sidang banding bisa segera dilaksanakan, meski tanpa kehadiran yang bersangkutan.
Sidang Etik dan Bukti Pelecehan Seksual
Sidang KKEP yang berlangsung selama tujuh jam tersebut menghadirkan delapan saksi, tiga di antaranya hadir secara langsung. Ketiga saksi yang hadir langsung adalah istri AKBP Fajar (ADP) dan dua ahli, yakni ahli psikologi dan ahli laboratorium forensik. Putusan PTDH tersebut didasarkan pada temuan fakta bahwa AKBP Fajar telah melakukan tindakan asusila yang tercela, berupa pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa.
Hasil penyelidikan Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri mengungkapkan bahwa AKBP Fajar telah melakukan pelecehan seksual terhadap tiga korban anak-anak dengan usia masing-masing 6, 13, dan 16 tahun. Selain itu, seorang korban dewasa berusia 20 tahun (SHDR) juga menjadi korban tindakan asusila AKBP Fajar. Kasus ini telah berproses di ranah pidana, dan AKBP Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan dan narkoba, saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Implikasi Hukum dan Proses Banding
Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) dari Polri merupakan sanksi administratif yang sangat berat. Keputusan ini mencerminkan komitmen Polri dalam menegakkan hukum dan memberikan sanksi tegas kepada anggota yang melanggar kode etik profesi, khususnya dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak. Proses banding yang diajukan AKBP Fajar akan menjadi tahapan hukum selanjutnya untuk menguji kembali putusan PTDH tersebut. Komisi Banding akan meneliti kembali bukti-bukti dan fakta-fakta yang telah dihimpun dalam sidang KKEP sebelumnya. Hasil dari sidang banding akan menjadi keputusan final terkait status AKBP Fajar sebagai anggota Polri.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, serta memberikan efek jera kepada anggota Polri lainnya agar tidak melakukan pelanggaran serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Pihak Kepolisian berkomitmen untuk terus menegakkan hukum dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama anak-anak dari kejahatan seksual.