Dinamika Revisi UU TNI: PDI-P Berubah Haluan, Megawati Tetap Bersikukuh
Dinamika Revisi UU TNI: PDI-P Berubah Haluan, Megawati Tetap Bersikukuh
Pernyataan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang tentang Perubahan Ke-3 atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, menimbulkan pertanyaan publik mengingat PDI-P kini memimpin pembahasan revisi tersebut di DPR. Perbedaan sikap ini menjadi sorotan tajam, khususnya setelah Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDI-P, Puan Maharani, memberikan klarifikasi terkait kontroversi tersebut.
Dalam keterangan persnya di Gedung DPR, Senin (17/3/2025), Puan menjelaskan bahwa penolakan Megawati terjadi sebelum dilakukan pembahasan internal partai. Ia menekankan bahwa proses pembahasan RUU TNI di DPR telah melibatkan berbagai pihak dan menghasilkan rumusan yang telah disepakati dalam panitia kerja (Panja). Puan menegaskan pentingnya melihat hasil kerja Panja sebelum memberikan penilaian lebih lanjut. Ia menyatakan bahwa PDI-P bertujuan meluruskan dan memperbaiki RUU TNI sebelum disahkan, guna memastikan tidak ada pasal-pasal yang bermasalah. Utut Adianto, kader PDI-P yang menjabat sebagai Ketua Panja RUU TNI di DPR, turut berperan penting dalam proses tersebut. Menurut Puan, terdapat tiga pasal yang telah dibahas secara intensif dengan masukan dari berbagai elemen masyarakat, sehingga dipastikan tidak terjadi pelanggaran atau potensi masalah di masa mendatang.
Sebaliknya, Megawati dalam pidato pada Musyawarah Kerja Nasional Partai Perindo di MNC Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024), menyatakan penolakannya terhadap revisi UU TNI dan Polri secara tegas. Ia mengkhawatirkan revisi tersebut bertujuan menyamakan kedudukan TNI dan Polri, sebuah hal yang menurutnya tidak tepat dan bertentangan dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Megawati menggunakan analogi yang lugas untuk menjelaskan kekhawatirannya: jika TNI AU memiliki pesawat, maka Polri pun harus memiliki pesawat, sebuah perbandingan yang menurutnya menunjukkan ketidaksesuaian potensi dan fungsi kedua institusi tersebut. Ia juga mempertanyakan urgensi revisi mengingat keberadaan Tap MPR yang mengatur pemisahan TNI dan Polri. Megawati dengan lugas menentang upaya penyamaan kedudukan kedua institusi tersebut, dengan menekankan bahwa perbedaan peran dan fungsi kedua lembaga tersebut harus dijaga.
Perbedaan pandangan antara Megawati dan Puan mengenai revisi UU TNI ini menghadirkan dinamika politik yang menarik. Perbedaan penekanan dan strategi komunikasi antar keduanya menimbulkan pertanyaan terkait mekanisme pengambilan keputusan di internal PDI-P. Publik pun menantikan kelanjutan proses pembahasan RUU TNI di DPR dan bagaimana PDI-P akan menyikapi perbedaan sikap internal ini dalam konteks pengambilan keputusan politik nasional.
Berikut poin penting dari perbedaan sikap tersebut:
- Megawati: Menolak revisi UU TNI dan Polri karena dikhawatirkan akan menyamakan kedudukan kedua institusi tersebut, bertentangan dengan Tap MPR No. VI/MPR/2000.
- Puan: Menjelaskan bahwa penolakan Megawati terjadi sebelum pembahasan bersama. PDI-P dalam Panja RUU TNI bertujuan memperbaiki dan meluruskan pasal-pasal yang bermasalah sebelum disahkan.
- Perbedaan Pandangan: Menunjukkan dinamika internal PDI-P dan proses pengambilan keputusan partai dalam konteks politik nasional.
- Kejelasan dari Panja: Hasil Panja RUU TNI diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai substansi revisi dan menjawab kekhawatiran publik.
- Tap MPR No. VI/MPR/2000: Peraturan ini menjadi rujukan penting dalam perdebatan mengenai pemisahan dan penyamaan kedudukan TNI dan Polri.