Rendahnya Tingkat Penetrasi Asuransi di Indonesia: Tantangan dan Strategi Peningkatan
Rendahnya Tingkat Penetrasi Asuransi di Indonesia: Tantangan dan Strategi Peningkatan
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan penetrasi asuransi di tengah masyarakat. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan angka inklusi asuransi yang masih tergolong rendah, yakni sekitar 12-13%. Hal ini berarti, hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang memiliki polis asuransi, meskipun tingkat literasi asuransi tercatat cukup tinggi, mencapai 40-44%, menurut Dewan Asuransi Indonesia (DAI).
Ketua Umum DAI, Yulius Billy Bhayangkara, mengungkapkan disparitas signifikan antara literasi dan inklusi asuransi ini. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (17 Maret 2025), ia menjelaskan bahwa banyak individu yang memahami manfaat asuransi namun belum menjadi pemegang polis. “Ini merupakan tugas berat bagi kita semua,” tegasnya. Ia menekankan perlunya strategi efektif untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman dan tindakan nyata dalam pembelian produk asuransi.
DAI, yang ditugaskan OJK untuk meningkatkan pertumbuhan industri asuransi sebesar 6-8%, meyakini bahwa industri asuransi nasional masih berada dalam kondisi yang stabil. Pertumbuhan premi tahunan mencapai 9,9%, peningkatan ekuitas sebesar 8,1%, dan rasio kewajiban (liability) terhadap ekuitas menunjukkan posisi industri yang aman, yaitu 6,1%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kapasitas perusahaan asuransi dalam menanggung risiko masih dalam batas yang terkendali.
Namun, angka inklusi asuransi yang rendah tetap menjadi perhatian utama. Untuk mengatasi hal ini, DAI perlu memfokuskan upaya pada beberapa strategi, antara lain:
- Peningkatan Edukasi Publik: Kampanye edukasi yang lebih intensif dan tertarget diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang berbagai produk asuransi dan manfaatnya dalam melindungi keuangan keluarga. Materi edukasi perlu disampaikan secara sederhana, mudah dipahami, dan sesuai dengan latar belakang sosioekonomi masyarakat.
- Pengembangan Produk Asuransi Inovatif: DAI perlu mendorong pengembangan produk asuransi yang lebih terjangkau, fleksibel, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya segmen masyarakat berpenghasilan rendah.
- Pemanfaatan Teknologi Digital: Penerapan teknologi digital dapat memperluas jangkauan akses asuransi, mempermudah proses pembelian, dan meningkatkan efisiensi operasional.
- Kolaborasi Antar Pihak: Kerjasama antara DAI, OJK, perusahaan asuransi, dan lembaga terkait lainnya diperlukan untuk menciptakan sinergi yang efektif dalam meningkatkan penetrasi asuransi.
- Penguatan Pengawasan dan Regulasi: Pengawasan dan regulasi yang ketat perlu diterapkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas industri asuransi serta melindungi kepentingan konsumen.
Dengan 191 perusahaan asuransi di Indonesia, yang terdiri dari 150 perusahaan pialang asuransi dan 41 perusahaan reasuransi, potensi pertumbuhan industri ini masih sangat besar. Namun, realisasi potensi tersebut sangat bergantung pada keberhasilan upaya untuk meningkatkan penetrasi asuransi di kalangan masyarakat luas. Tantangan ini memerlukan komitmen dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan untuk membangun industri asuransi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.