Rendahnya Laporan Kejahatan ke Kepolisian: Survei Ungkap Keengganan Publik dan Tantangan Polri di Era Digital
Rendahnya Laporan Kejahatan ke Kepolisian: Survei Ungkap Keengganan Publik dan Tantangan Polri di Era Digital
Hasil survei Posko Presisi yang diungkapkan oleh Irjen Dadang Hartanto, Ketua STIK Lemdiklat Polri, mengungkap fakta mengejutkan: 47,4 persen masyarakat enggan melaporkan permasalahan hukum kepada pihak kepolisian. Pengungkapan ini disampaikan dalam Seminar Sekolah Mahasiswa S1 STIK di Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Meskipun periode survei dan persentase pelaporan tidak dijabarkan secara detail, temuan ini menunjukkan adanya celah signifikan antara harapan masyarakat dan kinerja kepolisian dalam hal penanganan laporan. Angka tersebut menjadi indikator kuat perlunya evaluasi menyeluruh terhadap strategi dan mekanisme pelaporan kejahatan di Indonesia.
Keengganan masyarakat melapor ini diperkuat oleh maraknya tagar-tagar di media sosial seperti "Percuma Lapor Polisi" dan "No Viral No Justice". Tagar-tagar tersebut merefleksikan ketidakpercayaan publik terhadap efektivitas penanganan laporan kepolisian, dan mencerminkan adanya persepsi negatif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Hal ini menjadi tantangan serius bagi Polri dalam membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap laporan kejahatan ditangani dengan profesional dan adil. Irjen Dadang menekankan perlunya Polri untuk merespon dengan cepat dan tepat terhadap tuntutan masyarakat akan pelayanan yang semakin tinggi, cepat, dan berkualitas, sekaligus mengantisipasi pandangan kritis masyarakat terhadap kinerja kepolisian di era informasi yang transparan.
Di era digital dan teknologi informasi yang berkembang pesat, Polri dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Tantangan ini tidak hanya berasal dari kejahatan yang semakin canggih dan bervariasi modusnya, tetapi juga dari tuntutan akuntabilitas dan transparansi yang semakin tinggi dari masyarakat. Polri dituntut untuk mampu beradaptasi dan bertransformasi untuk menghadapi kejahatan di era 4.0 yang memerlukan penanganan yang cepat dan efektif. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi kendala internal yang perlu segera diatasi. Baik dari segi kuantitas maupun kualitas, SDM Polri memerlukan pembenahan agar mampu memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
Irjen Dadang menyoroti perlunya penataan praktik kepolisian dan sumber daya manusia agar berorientasi pada layanan terbaik. Salah satu solusi yang diusulkan dalam seminar tersebut adalah penerapan pelayanan berbasis teknologi. Pemanfaatan teknologi informasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepolisian, mengurangi hambatan birokrasi, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Implementasi sistem pelaporan online yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat menjadi langkah penting untuk meningkatkan kepercayaan publik dan mendorong lebih banyak masyarakat untuk melaporkan kejadian kriminal. Selain itu, peningkatan kualitas pelatihan dan pendidikan bagi anggota kepolisian juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme dalam menangani laporan kejahatan.
Kesimpulannya, rendahnya angka pelaporan kejahatan kepada kepolisian merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan penanganan segera. Hal ini membutuhkan kerja sama yang kuat antara Polri dan masyarakat, diiringi dengan reformasi internal kepolisian yang mengutamakan pelayanan prima, transparansi, dan akuntabilitas. Penerapan teknologi informasi dan peningkatan kualitas SDM menjadi kunci untuk mengatasi tantangan tersebut dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.