Keengganan Pemkab Semarang Laporkan Kasus PBG Palsu Dinilai Merusak Citra Pemerintahan
Keengganan Pemkab Semarang Laporkan Kasus PBG Palsu Dinilai Merusak Citra Pemerintahan
Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohening, melontarkan kritik tajam terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang terkait penanganan kasus temuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) palsu. Keengganan Pemkab untuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, meskipun temuan tersebut telah berlangsung selama beberapa bulan, dinilai sebagai bentuk kelambanan dan kurangnya komitmen dalam penegakan hukum. Pernyataan tersebut disampaikan Bondan pada Senin (17 Maret 2025) di Gedung DPRD Kabupaten Semarang.
"Sudah beberapa bulan berlalu sejak ditemukannya PBG palsu ini, namun hingga kini belum ada laporan resmi ke DPRD terkait langkah hukum yang diambil. Ketidakjelasan ini menunjukkan lambannya Pemkab dalam menyelesaikan kasus ini," tegas Bondan. Ia menekankan bahwa sikap pasif Pemkab Semarang berpotensi merusak citra dan kewibawaan pemerintahan daerah. Pembiaran kasus pemalsuan dokumen negara ini, menurut Bondan, menunjukkan rendahnya harga diri pemerintah di mata masyarakat. "Ini merupakan pemalsuan dokumen negara yang serius. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin terkikis. Kita semua harus berkomitmen untuk mengungkap kasus ini secara tuntas," imbuhnya.
Lebih lanjut, Bondan menyoroti potensi adanya kasus serupa yang belum terungkap. Ia mendesak Pemkab Semarang untuk segera melaporkan kasus PBG palsu ini ke kepolisian, karena telah masuk ranah hukum pidana. "Ketidakjelasan alasan Pemkab hingga saat ini belum melaporkan kasus ini sangat memprihatinkan," tambahnya. Ketidakjelasan tersebut menimbulkan spekulasi dan keraguan publik terhadap komitmen Pemkab dalam menjalankan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Keengganan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran akan adanya praktik serupa yang terselubung.
Sebelumnya, pada Selasa (4 Februari 2025), DPRD Kabupaten Semarang dan Pemkab Semarang telah sepakat untuk membawa kasus ini ke jalur hukum. Namun, kesepakatan tersebut hingga kini belum menunjukkan implementasi yang nyata. PBG, sebagai izin resmi untuk membangun, mengubah, merawat, atau merenovasi bangunan gedung, telah disalahgunakan dalam kasus ini. Dokumen PBG palsu yang ditemukan mencantumkan nama pemilik gedung berinisial RR, beralamat di Kabupaten Cilacap, dengan keterangan bangunan hunian rumah tinggal tunggal seluas 40,00 meter persegi. PBG palsu tersebut diterbitkan di Semarang pada 2 Januari 2024, lengkap dengan barcode resmi dan nama Kepala DPMPTSP Kabupaten Semarang, Suratno.
Kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, melainkan juga kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat. Keengganan Pemkab Semarang untuk mengambil tindakan tegas menunjukkan lemahnya komitmen terhadap penegakan hukum dan transparansi pemerintahan. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi semua pihak terkait, agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Langkah tegas dan cepat dari penegak hukum dibutuhkan untuk mengungkap jaringan pelaku dan mencegah potensi kerugian yang lebih besar.
Tindak lanjut yang diperlukan:
- Segera melaporkan kasus PBG palsu ke kepolisian untuk proses penyelidikan dan penyidikan.
- Melakukan audit internal untuk menyelidiki kemungkinan adanya kasus serupa.
- Meningkatkan pengawasan dan sistem verifikasi untuk mencegah pemalsuan PBG.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perizinan bangunan.
- Memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat dalam pemalsuan PBG.