Penurunan Peringkat Jakarta sebagai Kota Global: Tantangan dan Strategi Pemulihan
Penurunan Peringkat Jakarta sebagai Kota Global: Tantangan dan Strategi Pemulihan
Penurunan peringkat Jakarta dalam indeks kota global, dari posisi 54 pada tahun 2015 menjadi 74 pada tahun 2025 dalam survei Kearney, telah menyita perhatian publik dan pemerintah. Gubernur Jakarta, Pramono Anung, dalam sambutannya di Balai Kota Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas hal ini dan menekankan urgensi pemulihan citra dan daya saing Jakarta di kancah internasional. Penurunan ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan indikator dari berbagai tantangan yang dihadapi ibu kota dalam berbagai sektor krusial.
Pramono Anung merinci beberapa faktor penyebab penurunan peringkat tersebut, menekankan kompleksitas permasalahan yang membutuhkan strategi terintegrasi. Ia menyebutkan empat faktor utama: daya saing ekonomi, transformasi kelembagaan, kualitas hidup warga, dan kolaborasi internasional. Meskipun pertumbuhan ekonomi Jakarta meningkat sejak 2015, daya saing ekonomi tampaknya belum mampu memberikan dampak signifikan pada peningkatan peringkat global. Meskipun terdapat perbaikan dalam sistem pemerintahan dan birokrasi, hal ini belum cukup untuk mendongkrak peringkat Jakarta.
Salah satu poin penting yang disoroti adalah kualitas hidup warga Jakarta. Pramono Anung dengan tegas menyatakan bahwa penurunan kualitas hidup sejak 2015 menjadi tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Gubernur, Wakil Gubernur, hingga aparat di tingkat kelurahan. Ia menekankan perlunya reformasi birokrasi, khususnya dalam proses perizinan, untuk mempercepat dan mengefisienkan pelayanan publik, termasuk pengurusan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Efisiensi dan transparansi dalam proses perizinan menjadi kunci untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing ekonomi.
Selain itu, Pramono Anung juga menyoroti pentingnya peningkatan kerja sama internasional. Jakarta, sebagai ibu kota negara dan juga aspiratif sebagai pusat ASEAN, perlu meningkatkan visibilitasnya di panggung global. Ia menekankan perlunya kerja sama yang lebih intensif dengan kota-kota dan lembaga internasional lainnya. Peningkatan kerja sama internasional bukan hanya sekadar membangun hubungan diplomatik, tetapi juga melibatkan pertukaran pengetahuan, teknologi, dan investasi, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup warga.
Faktor kunci lainnya yang turut mempengaruhi peringkat Jakarta adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM). Pramono Anung menegaskan pentingnya peningkatan kualitas SDM Jakarta agar mampu bersaing di tingkat internasional. Hal ini membutuhkan investasi yang besar dalam pendidikan dan pelatihan, untuk menghasilkan tenaga kerja terampil dan berdaya saing tinggi. Dengan SDM yang berkualitas, Jakarta dapat menarik investasi asing dan meningkatkan daya saingnya di pasar global.
Sebagai langkah konkret, Pramono Anung menargetkan Jakarta untuk kembali masuk dalam 50 besar kota global pada akhir masa jabatannya. Ia yakin bahwa dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, Jakarta mampu mengatasi tantangan dan mencapai target tersebut. Target ini bukan hanya sekedar ambisi, melainkan sebuah komitmen untuk membangun Jakarta menjadi kota yang lebih baik dan berdaya saing global.