RUU TNI Revisi: Perluasan Peran Prajurit Aktif di 16 Kementerian/Lembaga

RUU TNI Revisi: Perluasan Peran Prajurit Aktif di 16 Kementerian/Lembaga

Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) yang tengah dibahas DPR RI menghadirkan perubahan signifikan terkait penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga. Pasal 47 RUU TNI, yang menjadi fokus utama pembahasan, menetapkan bahwa prajurit aktif TNI kini dapat menduduki jabatan di 16 kementerian/lembaga, meningkat dari 10 lembaga sesuai Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers Senin (17/3/2025) menjelaskan substansi revisi ini. Dasco menegaskan bahwa perluasan ini didasarkan pada kebutuhan dan pertimbangan integrasi tugas dan fungsi antar lembaga. Penambahan enam kementerian/lembaga baru dalam RUU ini mencerminkan adaptasi terhadap dinamika keamanan dan perkembangan kebijakan nasional terkini. Perluasan ini, menurut Dasco, dimaksudkan untuk mengoptimalkan keahlian dan pengalaman prajurit dalam mendukung pencapaian tujuan nasional di berbagai sektor strategis.

RUU TNI menetapkan secara eksplisit 16 kementerian/lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif. Hal ini berbeda dengan UU TNI sebelumnya yang lebih umum dalam perumusan. Berikut daftar 16 kementerian/lembaga tersebut:

  • Kementerian/Lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara
  • Kementerian Pertahanan Negara
  • Dewan Pertahanan Nasional
  • Kesekretariatan Negara (Urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden)
  • Badan Intelijen Negara
  • Lembaga Sandi Negara
  • Lembaga Ketahanan Nasional
  • Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas)
  • Badan Narkotika Nasional (BNN)
  • Kementerian/Lembaga Pengelola Perbatasan
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  • Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  • Kejaksaan Agung Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pasal 47 ayat (2) RUU TNI juga mengatur ketentuan bahwa prajurit yang ingin menduduki jabatan sipil di luar 16 kementerian/lembaga tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga integritas dan profesionalisme prajurit, serta menghindari potensi konflik kepentingan.

Perubahan signifikan dalam Pasal 47 RUU TNI ini menimbulkan perdebatan mengenai implikasi dan dampaknya terhadap sistem pemerintahan dan pertahanan negara. Beberapa kalangan menilai perluasan ini akan meningkatkan efektivitas kerja pemerintah, sementara yang lain menganggap perlu dilakukan evaluasi mendalam untuk memastikan tidak terjadi potensi penyalahgunaan wewenang dan menjaga keseimbangan sipil-militer. Debat publik dan kajian lebih lanjut mengenai RUU TNI ini diperlukan sebelum disahkan menjadi undang-undang.

Perlu ditekankan bahwa RUU TNI masih dalam proses pembahasan dan belum disahkan. Penjelasan di atas merupakan ringkasan dari informasi yang disampaikan dalam konferensi pers DPR RI dan masih memungkinkan perubahan sebelum pengesahan.