Mantan Ketua Ormas di Surabaya Ditangkap, Diduga Cabuli Anak Tiri Selama Dua Tahun

Mantan Ketua Ormas di Surabaya Ditangkap Atas Dugaan Pencabulan Anak Tiri

Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) berhasil meringkus seorang mantan ketua organisasi masyarakat (ormas) di Surabaya, berinisial MR, atas dugaan pencabulan terhadap anak tirinya yang masih di bawah umur. Penangkapan yang dilakukan pada Rabu, 12 Maret 2025 di kediaman tersangka di Kecamatan Krembangan, Surabaya, ini menandai babak baru dalam pengungkapan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Direktur Reskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Farman, membenarkan penangkapan tersebut dalam keterangannya pada Minggu, 16 Maret 2025. Kasus ini dilaporkan oleh SNC, bibi korban, dengan nomor laporan LP/B/380/III/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR.

Kronologi Pencabulan dan Modus Operandi

Selama kurang lebih dua tahun, sejak tahun 2023 hingga 2025, MR diduga telah melakukan pencabulan terhadap anak tirinya yang berusia 15 tahun. Tindakan asusila tersebut dilakukan tersangka dengan berbagai modus, termasuk memberikan sejumlah uang kepada korban sebagai imbalan agar mau diam. Jumlah uang yang diberikan berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Selain itu, tersangka juga secara verbal dan non-verbal melakukan kekerasan seksual terhadap korban, disertai ancaman agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada ibunya.

Beberapa kejadian yang terungkap antara lain pada 9 Desember 2024, di mana tersangka meminjam charger handphone korban dengan alasan untuk membawanya ke kamar pribadi. Saat itu, tersangka berada dalam keadaan tanpa busana. Insiden lain terjadi pada 5 Maret 2025, di mana tersangka meminta sosis yang dimakan korban sebagai dalih untuk melakukan pelecehan seksual. Berbagai modus ini menunjukkan perencanaan dan manipulasi yang dilakukan tersangka untuk melancarkan aksi bejatnya.

Proses Hukum dan Pasal yang Diterapkan

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Subdit IV Renakta Direktorat Reskrimum Polda Jatim menangani kasus ini secara intensif. MR telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, yang ancaman hukumannya cukup berat. Proses hukum selanjutnya akan terus berjalan untuk memastikan keadilan bagi korban dan memberikan efek jera kepada pelaku.

Komitmen Penegakan Hukum

Kasus ini menjadi bukti komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan seksual terhadap anak. Penangkapan MR dan proses hukum yang berjalan menunjukkan bahwa tidak akan ada toleransi terhadap pelaku kejahatan seksual, terlebih lagi jika pelakunya adalah figur publik atau yang memiliki pengaruh di masyarakat. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peran orang tua, keluarga, dan masyarakat dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual. Kewaspadaan dan edukasi yang tepat menjadi kunci pencegahan kejahatan serupa di masa mendatang.