Revisi UU TNI: Potensi Stagnasi Karir Perwira Akibat Perpanjangan Usia Pensiun

Revisi UU TNI: Potensi Stagnasi Karir Perwira Akibat Perpanjangan Usia Pensiun

Rencana revisi Undang-Undang TNI yang berpotensi menambah usia pensiun prajurit menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya stagnasi karir, khususnya di kalangan perwira. Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) memperingatkan potensi bottleneck yang signifikan jika revisi ini disahkan tanpa dibarengi kebijakan promosi yang terukur dan transparan. Data ISDS per akhir 2023 menunjukkan adanya sedikitnya 120 perwira tinggi dan 310 perwira menengah yang saat ini berstatus nonjob. Penambahan usia pensiun dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi ini, menciptakan penumpukan perwira di berbagai tingkatan pangkat tanpa jabatan yang sesuai.

Dwi Sasongko, Co-Founder ISDS, menjelaskan bahwa pengalaman serupa telah terjadi setelah revisi UU TNI tahun 2004 yang juga menambah usia pensiun. Akibatnya, dalam beberapa tahun berikutnya, terjadi penumpukan perwira tinggi dan menengah, mengakibatkan stagnasi karir dan merugikan kinerja organisasi. Kondisi ini, menurut Dwi, mempertanyakan arti penting pangkat jenderal jika tidak diiringi dengan penugasan dan tanggung jawab yang sesuai. ISDS merekomendasikan agar DPR dan pemerintah mempertimbangkan dengan cermat rencana perpanjangan usia pensiun bagi perwira tinggi. Sebaliknya, perpanjangan usia pensiun untuk bintara dan tamtama dinilai masih layak untuk dikaji lebih lanjut.

Untuk mencegah stagnasi karir, ISDS menekankan perlunya Kementerian Pertahanan dan TNI untuk merumuskan sistem personalia yang lebih komprehensif dan terukur. Sistem ini harus mampu mengakomodasi peningkatan usia pensiun dengan mekanisme promosi yang jelas dan adil. Bahkan, ISDS menyarankan pendekatan yang lebih proaktif, yaitu mengurangi usia pensiun dibarengi dengan penyediaan exit plan yang memadai bagi para prajurit dan perwira yang memasuki masa purnawirawan. Sebagai contoh, sistem ini dapat meliputi pensiun dini bagi perwira yang gagal dalam seleksi Sekolah Staf dan Komando (Sesko) sebanyak tiga kali atau perwira tinggi yang tidak mendapatkan promosi jabatan selama tiga tahun.

Revisi UU TNI yang diusulkan mencakup beberapa poin penting. Selain penambahan usia pensiun hingga 58 tahun untuk bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun untuk perwira, usulan revisi juga mencakup perpanjangan usia pensiun hingga 65 tahun untuk prajurit yang menduduki jabatan fungsional. Lebih lanjut, revisi ini juga mengatur perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga untuk memenuhi peningkatan kebutuhan. Namun, ISDS menekankan bahwa perubahan ini harus diiringi dengan strategi pengelolaan sumber daya manusia yang efektif untuk menghindari dampak negatif seperti stagnasi karir dan penumpukan personel nonjob yang berpotensi mengganggu efektivitas operasional TNI.

Kesimpulannya, revisi UU TNI terkait usia pensiun memerlukan pertimbangan yang matang dan komprehensif. Tidak hanya fokus pada penambahan usia pensiun, perhatian serius juga harus diberikan pada sistem manajemen karir dan exit plan yang terintegrasi untuk mencegah dampak negatif terhadap kinerja dan profesionalisme TNI. Perencanaan yang matang dan komprehensif sangat penting untuk memastikan efektivitas dan efisiensi organisasi TNI ke depannya.