OTT KPK Ungkap Jaringan Suap Proyek di OKU: Enam Tersangka Ditangkap, Investigasi Masih Berlanjut
OTT KPK Ungkap Jaringan Suap Proyek di OKU: Enam Tersangka Ditangkap, Investigasi Masih Berlanjut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar praktik dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 15 Maret 2024, telah menghasilkan penetapan enam tersangka, termasuk tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) OKU dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setempat. Kasus ini terungkap menjelang perayaan Lebaran, dengan para tersangka diduga tengah melakukan penagihan fee proyek yang telah disepakati sebelumnya.
Modus operandi yang digunakan para tersangka terbilang sistematis. Berawal dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun anggaran 2025, terjadi kesepakatan antara anggota DPRD dan pemerintah daerah terkait alokasi dana pokok pikiran (pokir). Anggota DPRD diduga meminta jatah pokir yang kemudian dialihkan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai Rp 40 miliar. Besaran fee yang disepakati pun cukup fantastis, yaitu 20% untuk anggota DPRD dan 2% untuk Dinas PUPR. Nilai tersebut kemudian mengalami penyesuaian menjadi Rp 35 miliar akibat keterbatasan anggaran, namun persentase fee tetap sama.
Berikut identitas keenam tersangka yang telah ditetapkan oleh KPK:
- Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU
- M. Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU
- Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU
- Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU
- M. Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku pihak swasta
- Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku pihak swasta
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers menjelaskan bahwa Kepala Dinas PUPR, Nopriansyah, menawarkan sembilan proyek kepada dua pihak swasta, Fauzi dan Ahmad, dengan commitment fee yang telah disepakati. Nopriansyah diduga berperan aktif dalam mengondisikan agar pihak swasta tersebut dapat memenangkan tender proyek. Menjelang Lebaran, tiga anggota DPRD OKU, Ferlan, Fahrudin, dan Umi, melakukan penagihan fee kepada Nopriansyah sesuai kesepakatan yang telah dibuat. Total fee yang ditagih mencapai Rp 7 miliar untuk seluruh anggota DPRD yang terlibat.
Atas perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan pasal-pasal yang mengatur tentang suap, pemotongan anggaran, dan gratifikasi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Sementara Fauzi dan Ahmad dijerat dengan pasal yang mengatur tentang penyuap, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
KPK menegaskan bahwa investigasi tidak akan berhenti pada enam tersangka tersebut. Lembaga antirasuah ini akan mendalami kemungkinan keterlibatan Bupati atau Wakil Bupati OKU, serta anggota DPRD OKU lainnya. Proses pencairan uang muka juga akan ditelusuri lebih lanjut untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan meminta keterangan dari anggota DPRD lainnya dan akan menyelidiki pertemuan-pertemuan yang dilakukan dengan Bupati OKU, baik sebelum maupun setelah pelantikan pada tahun 2024 dan 2025.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.