BUMD Jawa Barat dan Mitra Terjerat Kasus Pelanggaran Izin Pembangunan Hibisc Fantasy Puncak
BUMD Jawa Barat dan Mitra Terjerat Kasus Pelanggaran Izin Pembangunan Hibisc Fantasy Puncak
Pembangunan Hibisc Fantasy Puncak, sebuah kawasan wisata di Bogor, Jawa Barat, berakhir dengan pembongkaran paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada 6 Maret 2025. Keputusan ini diambil menyusul temuan pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB) yang dilakukan oleh pengelola, yaitu PT Jaswita Lestari Jaya (PT JLJ), anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat, PT Jaswita, yang bekerja sama dengan PT Bajo Tibra Juara. Pembangunan yang menyalahi aturan ini telah memicu protes dari warga sekitar akibat dampak banjir yang ditimbulkannya.
Lokasi pembangunan Hibisc Fantasy yang berada di lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) di Kebun Teh Puncak, Jalan Raya Puncak-Gadog, Tugu Selatan, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, semakin memperparah permasalahan. Berdasarkan investigasi, pembangunan Hibisc Fantasy terbukti telah melampaui batas luas lahan yang diizinkan. IMB yang diajukan hanya untuk lahan seluas 4.600 meter persegi, namun pembangunan telah mencapai 23.000 meter persegi. Lebih lanjut, terdapat ketidaksesuaian antara jumlah bangunan yang tertera dalam IMB dengan jumlah bangunan yang telah dibangun. Dari total 35 bangunan, hanya 14 bangunan yang memiliki izin resmi.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turut menyoroti masalah ini. Beliau menegaskan bahwa pembangunan Hibisc Fantasy telah melanggar fungsi lahan dan menyebabkan banjir di pemukiman warga sekitar. Sebelum pembongkaran, warga setempat telah berulang kali menyampaikan keluhan terkait banjir yang tidak pernah terjadi sebelumnya di wilayah mereka. Hal ini dikarenakan pembangunan Hibisc Fantasy yang dilakukan di aliran sungai dan menutup aliran sungai tersebut dengan beton, sehingga mengganggu sistem resapan air di kawasan tersebut. Situasi ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap lingkungan dan dampaknya bagi masyarakat.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan BUMD Jawa Barat, PT Jaswita, yang seharusnya menjadi contoh kepatuhan hukum dan pengelolaan lingkungan yang baik. PT Jaswita, yang memiliki saham 100% milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, telah menunjuk PT JLJ sebagai pengelola Hibisc Fantasy. PT JLJ sendiri merupakan perusahaan patungan antara PT Jaswita (70% saham) dan PT Bajo Tibra Juara (30% saham). Keberadaan PT Laksmana, perusahaan asal Semarang, sebagai salah satu investor dalam proyek ini juga menjadi bagian dari permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut.
Ironisnya, PT Jaswita dan PT Bajo Tibra Juara juga diketahui mengelola bisnis wisata kapal pinisi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai manajemen perusahaan dan pengawasan terhadap proyek-proyek yang dijalankan oleh BUMD tersebut. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga terkait pentingnya pengawasan yang ketat dalam pengelolaan BUMD, khususnya dalam proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial. Pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek BUMD juga perlu ditekankan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Struktur kepemilikan PT JLJ juga menjadi fokus perhatian. Komisaris Utama PT JLJ adalah Hendra Guntara, Komisaris Himawan, dan Direktur Utama R. Ridha Wirahman. Perlu adanya investigasi lebih lanjut untuk memastikan keterlibatan masing-masing pihak dalam pelanggaran izin yang terjadi. Kejadian ini mempertegas perlunya penguatan regulasi dan pengawasan yang lebih efektif dalam mencegah pelanggaran izin dan memastikan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
- Struktur Organisasi PT JLJ
- Komisaris Utama: Hendra Guntara
- Komisaris: Himawan
- Direktur Utama: R. Ridha Wirahman
Ke depan, kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah daerah dan seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan pembangunan, untuk senantiasa memprioritaskan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, memperhatikan aspek lingkungan, dan memastikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.