Pelanggaran Izin dan Pembangunan Liar: Hibisc Fantasy Puncak Digusur Setelah Teguran Berulang

Pelanggaran Izin dan Pembangunan Liar: Hibisc Fantasy Puncak Digusur Setelah Teguran Berulang

Objek wisata Hibisc Fantasy Puncak, yang berada di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, akhirnya dibongkar setelah serangkaian pelanggaran izin dan pembangunan yang tidak sesuai aturan. Kasus ini menyorot lemahnya pengawasan dan dampak pembangunan tidak terkendali di kawasan Puncak yang rawan lingkungan. Pemkab Bogor telah beberapa kali melayangkan teguran kepada pengelola wisata yang merupakan anak perusahaan PT Jaswita Jabar, PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), dan bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII).

Salah satu pelanggaran utama adalah ketidaksesuaian luas bangunan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang telah diterbitkan. Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Teuku Mulya, mengungkapkan bahwa PBG hanya memberikan izin untuk bangunan seluas 4.138 meter persegi. Namun, kenyataannya Hibisc Fantasy memiliki bangunan seluas 21.000 meter persegi, atau selisih 16.900 meter persegi yang melanggar izin. Selain itu, aspek ramah lingkungan yang tercantum dalam PBG, seperti pembangunan green house, resapan air, sumur biopori, dan sumur resapan, juga tidak dipenuhi oleh pengelola.

"Sejak awal, PT Jaswita tidak mengindahkan teguran yang diberikan Pemkab Bogor," tegas Teuku Mulya. Pemkab Bogor bahkan telah melakukan penyegelan dua kali pada Agustus dan Desember 2024, namun pembangunan liar tetap berlanjut. Hal ini memaksa Pemkab Bogor untuk melakukan tindakan tegas dengan kembali menyegel bangunan yang tidak berizin. Pernyataan Teuku Mulya menekankan keseriusan pelanggaran yang dilakukan dan keengganan pengelola untuk menaati aturan yang berlaku.

Dari sisi PTPN VIII, Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani, menjelaskan bahwa pihaknya telah menurunkan dua tim untuk meninjau permasalahan tersebut. Peninjauan mencakup mekanisme tata kelola penunjukan mitra dan proses bisnis. PTPN bekerja sama dengan konsultan dan berkoordinasi dengan Pemkab Bogor dalam peninjauan ini. Ghani mengakui adanya ketidaksesuaian antara izin awal seluas 5.000 meter persegi dengan luas bangunan yang terbangun. Ia menyebutkan tiga hal yang menjadi penyebab utama masalah ini: Amdal, Koefisien Wilayah Terbangun (KWT), dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Ghani menyatakan bahwa pelanggaran ini terjadi karena tidak dipatuhinya aturan mengenai KDB, yang seharusnya memungkinkan resapan air secara optimal.

PT Jaswita Jabar, sebagai induk perusahaan, juga mengakui telah memberikan peringatan kepada JLJ untuk mematuhi peraturan yang berlaku sejak munculnya polemik pada tahun 2024. Direktur PT Jaswita Jabar, Wahyu Nugroho, menyatakan bahwa perusahaan induk akan menindaklanjuti arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan memberikan peringatan kepada anak perusahaannya. Gubernur Dedi Mulyadi sendiri berharap pembongkaran Hibisc Fantasy dapat selesai sebelum Lebaran, namun proses hukum terkait masih berjalan.

Proses pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kepatuhan terhadap aturan perizinan, pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dan pengawasan yang ketat terhadap pembangunan di kawasan rawan lingkungan. Ketegasan pemerintah daerah dalam menindak pelanggaran ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan melindungi kelestarian lingkungan di kawasan Puncak.

*Daftar Poin Penting: * Pelanggaran izin bangunan Hibisc Fantasy Puncak. * Luas bangunan yang tidak sesuai dengan PBG. * Pengabaian aspek ramah lingkungan. * Teguran berulang dari Pemkab Bogor dan penyegelan. * Peninjauan oleh PTPN VIII. * Peringatan dari PT Jaswita Jabar kepada anak perusahaannya. * Pembongkaran bangunan oleh pemerintah. * Harapan penyelesaian sebelum Lebaran.