AS Tekan Hamas Bebaskan Sandera, Ancam Konsekuensi Berat Jika Gencatan Senjata Gaza Tak Diperpanjang

AS Tekan Hamas Bebaskan Sandera, Ancam Konsekuensi Berat Jika Gencatan Senjata Gaza Tak Diperpanjang

Amerika Serikat (AS) meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Hamas untuk membebaskan sandera yang disandera pasca konflik Gaza. Washington mengajukan proposal baru yang menyerukan perpanjangan gencatan senjata pasca Ramadan dan Paskah, namun dengan syarat pembebasan sandera sebagai prasyarat utama. Kegagalan Hamas memenuhi tuntutan ini, menurut pernyataan resmi perwakilan AS, akan berujung pada konsekuensi yang sangat berat bagi kelompok tersebut.

Utusan Khusus Presiden Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dalam pernyataan yang dilansir Al Arabiya pada Sabtu, 15 Maret 2025, menegaskan kembali sikap tegas pemerintah AS. Witkoff menyampaikan pesan yang sangat jelas: Presiden Trump menuntut pembebasan segera para sandera, dan keengganan Hamas memenuhi tuntutan ini akan menimbulkan konsekuensi yang signifikan. Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi situasi dan komitmen AS untuk memastikan keselamatan warga negaranya yang menjadi sandera.

Proposal yang diajukan AS pada Rabu, 12 Maret 2025, menawarkan skema pertukaran tawanan. Hamas diminta membebaskan seluruh sandera yang masih hidup sebagai imbalan pembebasan sejumlah tahanan Palestina dari penjara Israel. Skema ini didasarkan pada formula pertukaran tawanan yang telah disepakati sebelumnya, menunjukkan upaya AS untuk mencari solusi yang adil dan berimbang. Selain itu, proposal tersebut juga mencakup perpanjangan tahap pertama gencatan senjata untuk memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang sangat membutuhkan. Hal ini menunjukkan komitmen AS terhadap upaya kemanusiaan di tengah krisis kemanusiaan yang terjadi.

Namun, AS tidak hanya berfokus pada solusi jangka pendek. Menurut Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional AS, upaya untuk mencapai solusi jangka panjang dan berkelanjutan untuk konflik Gaza juga tengah dilakukan secara paralel. Hal ini menunjukkan pandangan AS yang komprehensif terhadap masalah tersebut, melampaui fokus semata pada perpanjangan gencatan senjata sementara.

Qatar dan Mesir, yang turut berperan sebagai mediator dalam negosiasi ini, telah menyampaikan proposal AS kepada Hamas dan mendesak kelompok tersebut untuk segera bertindak. Mereka juga menekankan perlunya pembebasan segera Edan Alexander, sandera berkewarganegaraan ganda AS-Israel. Tekanan dari negara-negara mediator ini menunjukkan konsensus internasional mengenai pentingnya pembebasan sandera tanpa syarat.

Langkah Hamas pada Jumat, 14 Maret 2025, yang menawarkan pembebasan Alexander dan menyerahkan empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda lainnya, dinyatakan tidak cukup oleh Witkoff. Ia menilai tawaran tersebut sebagai taktik yang tidak praktis dan tidak menunjukkan itikad baik yang sebenarnya. Witkoff secara tegas menuding Hamas melakukan pertaruhan yang berisiko dengan mengulur waktu, sementara AS bersiap mengambil tindakan tegas jika tenggat waktu yang telah ditetapkan diabaikan.

Witkoff menegaskan kembali bahwa waktu tidak berpihak pada Hamas dan bahwa AS akan memberikan respon yang tepat atas setiap penundaan atau keengganan Hamas untuk memenuhi tuntutan pembebasan sandera. Pernyataan tegas ini menggambarkan keseriusan AS dalam menangani situasi ini dan kesiapannya untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut jika diperlukan.

Secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan peningkatan ketegangan antara AS dan Hamas. AS telah mengirimkan sinyal kuat mengenai konsekuensi yang akan dihadapi Hamas jika mereka gagal memenuhi tuntutan pembebasan sandera dan menerima usulan gencatan senjata yang diajukan. Langkah selanjutnya dari kedua belah pihak akan menentukan perkembangan konflik dan masa depan hubungan antara AS dan Hamas.