Revisi UU TNI Perluas Peran Militer Aktif dalam 16 Lembaga Negara
Revisi UU TNI Perluas Peran Militer Aktif dalam 16 Lembaga Negara
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah tengah membahas revisi Undang-Undang (UU) TNI yang secara signifikan memperluas peran aktif prajurit TNI dalam sejumlah lembaga negara. Revisi ini menambah jumlah lembaga yang dapat dijabat oleh personel TNI aktif dari semula 10 menjadi 16 lembaga. Perubahan ini, menurut Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, merupakan respon terhadap dinamika keamanan dan pengelolaan sumber daya nasional yang semakin kompleks.
Hasanuddin, yang ditemui seusai rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025), menekankan bahwa penambahan lima lembaga sebelumnya dan satu tambahan lagi pada hari Sabtu tersebut didasarkan pada analisis mendalam terhadap kerentanan di berbagai sektor. Salah satu penambahan signifikan adalah integrasi TNI aktif dalam Badan Pengelola Perbatasan, mencerminkan pentingnya peran militer dalam menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah perbatasan negara. Meskipun revisi membuka peluang bagi lebih banyak keterlibatan TNI aktif dalam pemerintahan, Hasanuddin menegaskan bahwa prinsip pengunduran diri bagi prajurit yang ingin menjabat di luar 16 lembaga tersebut tetap berlaku. Hal ini bertujuan untuk menjaga netralitas TNI dan mencegah potensi konflik kepentingan.
Berikut daftar 16 lembaga negara yang kini dapat dijabat oleh personel TNI aktif berdasarkan revisi UU TNI:
- Lembaga Politik dan Keamanan Negara
- Sekretariat Militer Presiden
- Kementerian Pertahanan Negara
- Badan Intelijen Negara
- Lembaga Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Dewan Pertahanan Nasional
- Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional)
- Badan Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Kejaksaan Agung
- Badan Keamanan Laut
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Perluasan peran TNI aktif ini menimbulkan perdebatan mengenai potensi dampaknya terhadap profesionalisme militer dan netralitas politik. Meskipun revisi ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan berbagai sektor krusial, penting untuk memastikan adanya mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga integritas TNI. Transparansi dalam proses pengangkatan dan pengawasan kinerja prajurit aktif yang ditempatkan di lembaga sipil menjadi kunci keberhasilan implementasi revisi UU TNI ini. Pemerintah dan DPR perlu menjelaskan secara rinci pertimbangan strategis di balik revisi ini kepada publik agar tercipta pemahaman yang komprehensif dan meminimalisir potensi kontroversi.
Ke depannya, pengawasan ketat dan akuntabilitas yang tinggi menjadi krusial dalam memastikan bahwa penambahan peran TNI aktif ini berjalan sesuai dengan tujuan awal, yakni peningkatan keamanan dan kesejahteraan nasional tanpa mengorbankan netralitas TNI dan prinsip-prinsip demokrasi.