Sidang Perdana Hasto Kristiyanto: Dakwaan Suap dan Perintangan Penyidikan Kasus Harun Masiku
Sidang Perdana Hasto Kristiyanto: Dakwaan Suap dan Perintangan Penyidikan Kasus Harun Masiku
Sidang perdana Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, telah digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat, 14 Maret 2025. Hasto didakwa atas dua tuduhan: menerima suap dan merintangi proses penyidikan kasus dugaan suap yang melibatkan caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku. Dakwaan tersebut mengungkap secara rinci peran Hasto dalam rangkaian peristiwa yang berujung pada pelarian Harun Masiku dan menghambat upaya penegakan hukum.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Januari 2020, yang menjerat Wahyu Setiawan (saat itu Komisioner KPU), Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Wahyu Setiawan telah terbukti menerima suap senilai Rp 600 juta untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW), meskipun perolehan suara Harun Masiku tidak memenuhi syarat. Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah menjalani hukuman dan kini bebas, sementara Harun Masiku hingga kini masih menjadi buron.
Peran Hasto dalam Dakwaan:
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menjabarkan peran Hasto dalam dua skema tindak pidana. Pertama, terkait dugaan suap kepada Wahyu Setiawan. Hasto, bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah (yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka), Saeful Bahri, dan Harun Masiku, didakwa telah memberikan suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut, menurut dakwaan, diberikan agar Wahyu meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui PAW, meskipun perolehan suara Harun Masiku jauh dari cukup.
Proses penyerahan uang tersebut melibatkan serangkaian transaksi dan perantara. Hasto memerintahkan Donny untuk menghubungi Agustiani Tio, orang kepercayaan Wahyu, untuk menanyakan biaya operasional yang diminta Wahyu (Rp 1 miliar). Hasto kemudian mentransfer dana Rp 600 juta kepada Saeful Bahri, dengan rincian Rp 200 juta untuk penghijauan kantor DPP PDIP dan Rp 400 juta untuk diserahkan kepada Donny. Donny selanjutnya meneruskan uang tersebut kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio.
Kedua, terkait perintangan penyidikan. Dakwaan menyatakan bahwa Hasto telah secara sengaja menghambat proses penyidikan terhadap Harun Masiku. Setelah mengetahui penangkapan Wahyu Setiawan, Hasto memerintahkan stafnya, Nurhasan, untuk menginstruksikan Harun Masiku agar menenggelamkan ponselnya ke dalam air agar keberadaannya tidak terlacak oleh KPK. Hasto juga kemudian memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan ponselnya sendiri ketika dipanggil sebagai saksi oleh KPK. Upaya ini, menurut JPU, terbukti menghambat proses penyidikan terhadap Harun Masiku.
Lebih lanjut, dakwaan juga menyinggung upaya Hasto untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui PAW dengan cara menggeser Riezky Aprilia, caleg PDIP lainnya yang memiliki perolehan suara lebih tinggi. Hasto beberapa kali meminta Riezky Aprilia untuk mengundurkan diri, bahkan sampai menahan surat undangan pelantikan Riezky. Upaya ini dilakukan melalui berbagai perantara dan pertemuan, baik di Singapura maupun di kantor DPP PDIP.
Kesimpulan:
Dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto menunjukkan kompleksitas kasus ini yang melibatkan tidak hanya dugaan suap, tetapi juga perintangan proses penegakan hukum. Sidang ini akan menjadi momentum penting untuk mengungkap kebenaran dan keadilan dalam kasus yang telah berlarut-larut ini dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas proses politik dan penegakan hukum di Indonesia.