Risiko dan Kegigihan: Kisah Mastiar, Penyedia Jasa Tukar Uang Lebaran di Terminal Tanjung Priok

Risiko dan Kegigihan: Kisah Mastiar, Penyedia Jasa Tukar Uang Lebaran di Terminal Tanjung Priok

Selama dua dekade, Mastiar (52) tekun menjalani profesinya sebagai penyedia jasa penukaran uang baru di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Profesi yang dipilihnya ini, meskipun memberikan penghasilan untuk menghidupi keluarganya, juga menyimpan risiko yang cukup signifikan. Setiap hari, Mastiar membawa uang tunai puluhan juta rupiah dalam berbagai pecahan, mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 20.000, untuk melayani para penumpang bus antar kota dan pemudik. Keuntungan yang ia peroleh sekitar 10 persen dari total transaksi, menjadi sumber nafkah bagi dirinya dan keluarganya.

Namun, perjalanan hidup Mastiar tak selalu mulus. Ia pernah menjadi korban perampokan yang merampas uang tunainya hingga Rp 12 juta. Peristiwa yang tak terlupakan itu terjadi di kawasan Cikarang, menjelang Lebaran, saat ia dan rekan-rekannya merelokasi lokasi usahanya untuk menjangkau lebih banyak pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi. Insiden tersebut bermula dari kedatangan seorang pengendara sepeda motor yang awalnya dianggap sebagai pelanggan. Namun, dugaannya meleset, sepeda motor tersebut malah merampas uangnya dan melarikan diri. Mastiar mengungkapkan, peristiwa serupa juga dialami oleh rekan-rekannya di sekitar wilayah Bekasi, khususnya menjelang Lebaran, ketika mereka beroperasi di luar Terminal Tanjung Priok.

Lebih lanjut, Mastiar menceritakan rutinitas musimannya. Tujuh hari sebelum Lebaran, ia bersama rekan-rekannya berpindah dari Terminal Tanjung Priok menuju kawasan Bekasi dan Cikarang. Perpindahan ini didasari oleh perkiraan peningkatan jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi di jalur tersebut. Strategi ini, yang bertujuan meningkatkan pendapatan, justru pernah berujung pada pengalaman traumatis akibat perampokan. Meskipun demikian, Mastiar tetap teguh pada profesinya. Baginya, penghasilan dari jasa penukaran uang ini vital untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan ketiga anaknya hingga lulus SMA. Kini, anak-anaknya telah mandiri, dua di antaranya telah menikah dan satu lagi bekerja. Namun, Mastiar tak berniat meninggalkan pekerjaannya. Ia merasa masih perlu berkontribusi secara finansial, meski anak-anaknya turut memberikan dukungan ekonomi.

Kegigihan Mastiar dalam menjalani profesi yang penuh risiko ini mencerminkan semangat pantang menyerah. Ia tetap setia berjualan di Terminal Tanjung Priok setiap hari, mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Kisah Mastiar menjadi sebuah gambaran nyata tentang perjuangan hidup seorang ibu tunggal yang gigih menghadapi tantangan dan risiko demi masa depan keluarganya. Keberanian dan keuletannya patut diapresiasi, mengingat profesinya yang memang rentan terhadap kejahatan. Ia tetap tegar menghadapi berbagai cobaan, dan tetap memilih untuk berjuang dengan cara yang ia pahami. Kisah hidupnya menjadi sebuah inspirasi tentang bagaimana semangat juang dapat membawa seseorang melewati berbagai rintangan dan kesulitan.