Indeks Persepsi Korupsi 2024: Tantangan Global dan Peringkat Indonesia yang Stagnan

Indeks Persepsi Korupsi 2024: Tantangan Global dan Peringkat Indonesia yang Stagnan

Laporan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 dari Transparency International kembali menyoroti masih tingginya angka korupsi di berbagai belahan dunia. Praktik korupsi yang merajalela ini terbukti menghambat pertumbuhan ekonomi, melemahkan pilar-pilar demokrasi, dan berdampak signifikan terhadap stabilitas sosial di berbagai negara. CPI, yang mengukur persepsi korupsi di sektor publik berdasarkan data survei para ahli dan pemimpin bisnis, menggunakan skala 0 hingga 100, dengan skor rendah mengindikasikan tingginya tingkat korupsi. Hasil CPI 2024 menunjukkan masih adanya negara-negara yang terpuruk dalam hal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, menunjukkan urgensi peningkatan upaya pemberantasan korupsi secara global.

Sepuluh negara dengan skor terendah dalam CPI 2024, yang mengindikasikan tingkat korupsi tertinggi, adalah sebagai berikut:

  • Sudan Selatan: Skor 8
  • Somalia: Skor 9
  • Venezuela: Skor 10
  • Suriah: Skor 12
  • Yaman: Skor 13
  • Libya: Skor 13
  • Eritrea: Skor 13
  • Guinea Ekuatorial: Skor 13
  • Nikaragua: Skor 14
  • Sudan: Skor 15

Kondisi ini seringkali diiringi oleh krisis politik, konflik berkepanjangan, dan lemahnya penegakan hukum. Ketiadaan supremasi hukum yang kuat menjadi celah bagi praktik korupsi untuk terus berkembang dan mengakar. Sebaliknya, negara-negara dengan skor tinggi, seperti Denmark (skor 90), Finlandia (skor 88), dan Singapura (skor 84), menunjukkan korelasi positif antara transparansi pemerintahan dan pembangunan berkelanjutan serta kesejahteraan masyarakat.

Posisi Indonesia dalam CPI 2024 dan Tantangan ke Depan

Indonesia, dalam laporan CPI 2024, menempati peringkat ke-99 dari 180 negara dengan skor 37. Meskipun tidak termasuk dalam sepuluh besar negara paling korup, skor ini mencerminkan stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi selama beberapa tahun terakhir. Perbandingan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia (skor 50) dan Singapura (skor 84) menunjukkan masih adanya pekerjaan rumah besar bagi Indonesia dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Lemahnya penegakan hukum, maraknya praktik suap dan konflik kepentingan di lingkungan pemerintahan menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi.

Reformasi sistem hukum yang komprehensif, peningkatan transparansi di berbagai lembaga pemerintahan, serta penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan menjadi kunci untuk memperbaiki peringkat Indonesia dalam indeks ini. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan pemerintahan juga krusial untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari korupsi. Penting untuk diingat bahwa korupsi bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menggerogoti kepercayaan publik dan menghambat pembangunan berkelanjutan, termasuk upaya mitigasi perubahan iklim. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur seringkali disalahgunakan, berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Perlunya Aksi Kolaboratif Global

Pemberantasan korupsi memerlukan komitmen jangka panjang dari berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kerja sama regional dan global, pertukaran best practice, dan peningkatan kapasitas penegak hukum menjadi langkah penting dalam menciptakan dunia yang lebih bersih dan transparan. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat merupakan pilar utama dalam membangun pemerintahan yang berintegritas. Tanpa komitmen yang kuat dan aksi nyata dari seluruh pemangku kepentingan, korupsi akan terus menjadi ancaman bagi pembangunan dan kesejahteraan global.