VISI Ajukan Uji Materiil UU Hak Cipta ke MK: Mencari Kepastian Hukum untuk Musisi Indonesia

VISI Ajukan Uji Materiil UU Hak Cipta ke MK: Mencari Kepastian Hukum untuk Musisi Indonesia

Sebanyak 29 musisi ternama Indonesia, di bawah naungan VISI (Persatuan Artis Musik Indonesia), telah mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini bukan merupakan gugatan, melainkan upaya untuk memperoleh kepastian hukum yang selama ini dianggap kurang jelas bagi para pelaku industri musik Tanah Air. Di antara deretan nama-nama besar yang terlibat sebagai pemohon terdapat Armand Maulana, Bunga Citra Lestari, Judika, Fadly (Padi Reborn), Ariel NOAH, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Afgan, Ruth Sahanaya, Rendy Pandugo, Tantri KOTAK, dan David Bayu. Mereka berharap MK dapat memberikan interpretasi yang lebih jelas dan adil terhadap beberapa pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian.

Armand Maulana, mewakili VISI, menjelaskan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendapatkan kejelasan hukum terkait mekanisme royalti dan hak cipta di industri musik Indonesia. Para musisi, menurutnya, selama ini telah mengikuti aturan yang berlaku, namun masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan interpretasi yang berbeda-beda. “Kami bukan menggugat, melainkan meminta kejelasan dan kepastian hukum dari negara,” ujar Armand dalam wawancara telepon. Uji materiil ini difokuskan pada empat poin krusial yang membutuhkan pencerahan hukum:

  • Kewajiban izin: Apakah penyanyi wajib mendapatkan izin langsung dari pencipta lagu untuk penampilan publik (performing rights)?
  • Kewajiban pembayaran royalti: Siapa saja yang secara hukum berkewajiban membayar royalti performing rights?
  • Penentuan tarif royalti: Bolehkah ada pihak yang memungut dan menentukan tarif royalti di luar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan aturan Peraturan Menteri?
  • Wanprestasi royalti: Jika terjadi wanprestasi pembayaran royalti, apakah hal tersebut termasuk ranah pidana atau perdata?

Permohonan uji materiil ini muncul di tengah maraknya perdebatan seputar royalti dan hak cipta di industri musik Indonesia. Kasus sengketa antara pencipta lagu Ari Bias dan penyanyi Agnez Mo menjadi salah satu contoh kasus yang menyoroti kompleksitas masalah ini. Ari Bias telah memenangkan gugatan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atas pelanggaran hak cipta yang dilakukan Agnez Mo, dengan tuntutan ganti rugi mencapai Rp 1,5 miliar. Kasus ini memperlihatkan betapa krusialnya kepastian hukum dalam melindungi hak-hak para pencipta lagu dan seniman di Indonesia. VISI berharap langkah hukum ini dapat menciptakan iklim yang lebih adil dan transparan dalam pengelolaan hak cipta dan royalti di industri musik nasional. Kepastian hukum ini diharapkan dapat mendorong perkembangan dan pertumbuhan industri musik Indonesia yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Melalui uji materiil ini, VISI tidak hanya memperjuangkan hak-haknya sendiri, melainkan juga membuka jalan bagi kepastian hukum yang lebih baik bagi seluruh pelaku industri musik di Indonesia. Hasil dari permohonan ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas dan konsisten dalam penerapan UU Hak Cipta, sehingga mencegah terjadinya konflik dan sengketa hukum di masa mendatang. Kejelasan regulasi ini akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi kreativitas dan perkembangan industri musik nasional.