Ancaman Lelang Rumah di Perumahan Punsae Semarang: Seratusan Warga Terdampak Masalah Agunan Sertifikat
Ancaman Lelang Rumah di Perumahan Punsae Semarang: Seratusan Warga Terdampak Masalah Agunan Sertifikat
Ratusan warga Perumahan Punsae, Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, tengah menghadapi ancaman serius. Rumah-rumah mereka, yang telah dibayar lunas, terancam dilelang oleh Bank Tabungan Negara (BTN) karena sertifikatnya diagunkan oleh pengembang, PT. ACK. Kejadian ini terungkap setelah warga menerima surat pemberitahuan lelang yang dijadwalkan pada 16 Mei 2025. Warga mengaku tidak pernah diberitahu atau dimintai persetujuan mengenai pengagunan sertifikat tersebut.
Salah seorang warga, Bina Laudhi (dikenal sebagai Odi), menceritakan kronologi permasalahan yang dialaminya. Ia mengaku telah melunasi pembayaran rumah sebesar Rp 160 juta secara tunai. Namun, janji pengembang untuk segera membangun rumah dan menyerahkan sertifikat tidak ditepati. Pembangunan baru dimulai pada tahun 2021 setelah Odi melakukan berbagai upaya, termasuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa pembangunan rumahnya tidak sesuai perjanjian, dengan luas bangunan yang lebih kecil dari yang disepakati. Oleh karena itu, ia menuntut pengembang untuk mengembalikan sebagian dana yang telah dibayarkan.
Masalah serupa juga dialami oleh warga Perumahan Punsae lainnya. Banyak di antara mereka yang belum menerima sertifikat rumah, sementara beberapa lainnya menerima rumah dalam kondisi setengah jadi atau bahkan belum dibangun sama sekali. Kesulitan berkomunikasi dan meminta pertanggungjawaban kepada pengembang semakin menambah beban psikologis warga. Terlebih, ancaman lelang dari BTN menambah tekanan finansial, mengingat warga diminta untuk melunasi pinjaman sebesar Rp 72 juta kepada bank, meskipun telah melunasi pembayaran kepada PT. ACK.
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, Wisnu Wahyudi, menyatakan bahwa awalnya hanya satu warga yang melaporkan permasalahan ini. Namun, setelah dilakukan audiensi, ternyata jumlah warga yang terdampak jauh lebih banyak. Pihaknya mendesak agar data warga yang telah melunasi pembayaran rumah diverifikasi ulang. Berdasarkan data dari PT. ACK, terdapat 72 konsumen yang telah melunasi pembayaran namun merasa dirugikan. Wisnu mencurigai adanya ketidakjelasan dalam proses peralihan pengelolaan perumahan dari Ari kepada Prayitno, yang berpotensi merugikan warga. Ia juga mempertanyakan apakah pihak BTN mengetahui permasalahan yang terjadi di PT. ACK, mengingat hubungan kredit seharusnya terjalin antara bank dan perusahaan, bukan dengan warga secara langsung. DPRD Kabupaten Semarang meminta BTN untuk tidak menekan warga dengan ancaman eksekusi dan akan berupaya mencari solusi yang adil bagi para korban pada bulan April mendatang.
Permasalahan di Perumahan Punsae ini menyoroti pentingnya transparansi dan perlindungan hukum bagi konsumen properti. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi calon pembeli rumah untuk selalu teliti dan memastikan seluruh aspek transaksi, termasuk status sertifikat dan perjanjian yang tertuang di dalamnya, sebelum melakukan pembayaran.