Ekosistem Rusak, Sumber Segala Penyakit: Gubernur Jabar Tegaskan Pentingnya Pelestarian Hutan
Ekosistem Rusak, Sumber Segala Penyakit: Gubernur Jabar Tegaskan Pentingnya Pelestarian Hutan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam wawancara di Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (13 Maret 2025), memberikan sorotan tajam terhadap kerusakan ekosistem yang kian mengkhawatirkan. Beliau menekankan bahwa berbagai penyakit yang muncul bukanlah akibat hal-hal mistis seperti 'jurig' (hantu), melainkan konsekuensi langsung dari ketidakseimbangan alam yang disebabkan oleh kerusakan hutan. Hutan, menurutnya, bukan hanya memiliki nilai ekologis, tetapi juga nilai spiritual yang mendalam dalam budaya Sunda. Kerusakan hutan, yang merupakan pusat ekosistem, akan berdampak luas pada seluruh rantai kehidupan, termasuk kesehatan manusia.
Dedi Mulyadi memaparkan klasifikasi hutan dalam tradisi Sunda yang terdiri dari empat jenis:
- Leuweung Tutupan: Hutan terlarang yang kini setara dengan taman nasional.
- Leuweung Titipan: Hutan lindung di bawah naungan taman nasional.
- Leuweung Awisan: Cadangan hutan untuk masa depan jika kawasan lain mengalami kerusakan.
- Leuweung Garapan: Hutan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, namun tetap harus tunduk pada aturan.
Beliau mengungkapkan keprihatinannya atas pengabaian terhadap kesakralan hutan, yang mengakibatkan gangguan pada keseimbangan ekosistem. "Saya sampai menangis," ujar Dedi, "karena areal yang kita sakralkan dengan mudah diganggu. Ini pusat ekosistem, kalau terganggu, nanti seluruh lingkaran ekosistem juga terganggu. Nanti lahir penyakit segala macam." Pernyataan ini menggarisbawahi betapa pentingnya menjaga kelestarian hutan untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menjelaskan pentingnya pendekatan ilmiah dalam memahami hubungan antara kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan. Meskipun leluhur memahami pentingnya pelestarian hutan, mereka belum memiliki pemahaman ilmiah seperti saat ini. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat modern untuk menjaga kelestarian lingkungan menjadi sangat krusial. Pengelolaan kawasan hutan, menurutnya, harus dilakukan dengan memperhatikan aturan yang ada. Lahan yang seharusnya menjadi hutan harus direhabilitasi dan dikembalikan fungsinya, sementara lahan garapan tetap dapat dimanfaatkan selama tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Namun, tegas Dedi, masuknya aktivitas garapan ke areal leuweung tutupan merupakan pelanggaran yang harus dihindari.
Penekanan Dedi Mulyadi pada pentingnya tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian hutan menjadi pesan utama. Pelestarian hutan bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Dengan menjaga keseimbangan ekosistem, kita dapat mencegah berbagai dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, sekaligus menghormati nilai-nilai luhur budaya Sunda yang telah ada sejak lama. Semoga kesadaran ini dapat mendorong upaya nyata dalam pelestarian hutan dan lingkungan di Jawa Barat dan seluruh Indonesia.