Lonjakan Kasus Gagal Ginjal di Indonesia: Tantangan Penanganan dan Pencegahan
Lonjakan Kasus Gagal Ginjal di Indonesia: Tantangan Penanganan dan Pencegahan
Data terbaru dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) menunjukkan peningkatan signifikan kasus gagal ginjal kronis di Indonesia. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 134.057 pasien menjalani hemodialisa atau cuci darah, mengakibatkan pembiayaan pengobatan penyakit ginjal kronis mencapai angka yang fantastis, yakni Rp 11 triliun. Angka ini mencerminkan beban berat yang ditanggung sistem kesehatan nasional dan menggarisbawahi urgensi penanganan masalah ini.
Tingginya angka rawat inap pasien gagal ginjal menjadi perhatian serius. Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, mengungkapkan bahwa meskipun telah menjalani cuci darah, banyak pasien masih harus bolak-balik ke rumah sakit. Kondisi ini menandakan perlunya strategi perawatan yang lebih komprehensif dan efektif untuk mengurangi beban pasien dan sistem kesehatan.
Perbandingan data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2023, Pernefri mencatat insidensi kumulatif pasien yang menjalani dialisis sebanyak 60.526, dengan prevalensi kumulatif mencapai 127.900 pasien. Perbedaan angka antara data BPJS Kesehatan dan Pernefri mungkin disebabkan oleh perbedaan metodologi pengumpulan data dan periode pelaporan, namun keduanya menunjukkan tren peningkatan yang signifikan.
Ketua Umum Pernefri, dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD KGH, menekankan pentingnya deteksi dini penyakit ginjal kronis (PGK). Ia menjelaskan bahwa PGK seringkali tidak terdeteksi hingga fungsi ginjal menurun drastis, lebih dari 90 persen. Hal ini menyebabkan banyak pasien baru terdiagnosis ketika sudah mencapai stadium lanjut dan memerlukan hemodialisa.
"Bagaimana kita bisa menghentikan orang sampai tingkat gagal ginjal, inilah peran untuk mendeteksi dini," tegas dr. Pringgodigdo. Deteksi dini sangat krusial karena penyakit gagal ginjal kronis bersifat irreversible atau tidak dapat pulih sepenuhnya. Meskipun demikian, perkembangan penyakit ini dapat diperlambat jika terdeteksi dan ditangani sejak awal.
Faktor risiko PGK meliputi:
- Hipertensi
- Diabetes melitus
- Penuaan populasi
- Obesitas
- Kemiskinan
- Prematuritas
- Masalah lingkungan
Dr. Pringgodigdo menyarankan pemeriksaan darah dan urine secara berkala sebagai langkah pencegahan. Pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi dini gangguan fungsi ginjal dan mencegah perkembangannya menjadi gagal ginjal. Upaya edukasi kepada masyarakat mengenai faktor risiko dan pentingnya deteksi dini juga menjadi kunci dalam menekan angka kasus gagal ginjal.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan PGK secara komprehensif. Hal ini meliputi peningkatan akses layanan kesehatan, penyediaan fasilitas cuci darah yang memadai, serta kampanye edukasi publik yang intensif mengenai gaya hidup sehat dan deteksi dini penyakit ginjal. Hanya dengan kerjasama multisektoral, tantangan lonjakan kasus gagal ginjal di Indonesia dapat diatasi secara efektif.