Pembongkaran Bangunan Liar di Tambun Utara Tuai Protes: Kades Kritik Metode Gubernur Dedi Mulyadi
Pembongkaran Bangunan Liar di Tambun Utara Tuai Kontroversi
Proses pembongkaran sekitar 60 bangunan liar (bangli) di bantaran Kali Sepak, Desa Srijaya dan Desa Srimukti, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, pada Jumat (14 Maret 2025), telah memicu kontroversi. Pembongkaran yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, dikritik keras oleh Kepala Desa Srijaya, Hermansyah, yang menilai tindakan tersebut tidak sesuai prosedur dan cenderung otoriter.
Hermansyah menyatakan kekecewaannya atas pelaksanaan pembongkaran yang dinilai prematur dan tanpa adanya sosialisasi atau surat teguran kepada warga yang tinggal di bangunan liar tersebut. Ia mempertanyakan alasan di balik tindakan yang dianggapnya mendadak dan menimbulkan keresahan di masyarakat. "Pembongkaran dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Warga dipaksa meninggalkan bangunan mereka tanpa kesempatan untuk mempersiapkan diri," ungkap Hermansyah kepada awak media di lokasi kejadian. Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut bagaikan mengulang masa penjajahan, di mana warga tidak diberi hak untuk menyampaikan aspirasi atau menerima kompensasi yang layak. Ia menekankan pentingnya menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap tindakan pemerintahan, termasuk dalam hal penertiban bangunan liar.
Kritik Terhadap Gaya Kepemimpinan Gubernur
Lebih lanjut, Hermansyah secara terang-terangan mengkritik gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi yang dianggapnya otoriter. Ia menuding Dedi Mulyadi tidak mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan dalam mengambil keputusan. "Mentang-mentang beliau Gubernur, beliau tidak melihat keadaan di lapangan," tegas Hermansyah. Ia menyatakan dukungannya terhadap pembangunan daerah, namun menyayangkan cara yang digunakan oleh Gubernur Dedi Mulyadi dinilai tidak bijaksana dan merugikan masyarakat.
Kesaksian Warga yang Terdampak
Salah satu warga yang terdampak pembongkaran, Wana (55), seorang pedagang sate, mengaku tidak menerima pemberitahuan resmi mengenai rencana pembongkaran tersebut. Ia bahkan mengklaim hanya mengetahui informasi mengenai rencana pembongkaran yang dijadwalkan pada tanggal 10 April 2025, bukan pada tanggal 14 Maret 2025. "Tahu-tahu hari ini langsung dibongkar. Lurah, camat, tidak ada yang memberi tahu," ujar Wana dengan nada kecewa. Ketidakpastian informasi dan minimnya sosialisasi menimbulkan keresahan dan ketidakadilan bagi warga yang telah bermukim di bangunan liar tersebut selama puluhan tahun.
Proses Pembongkaran dan Dampaknya
Proses pembongkaran melibatkan satu unit alat berat ekskavator yang meruntuhkan puluhan bangli di sepanjang bantaran Kali Sepak. Bangli-bangli tersebut, yang selama ini digunakan sebagai tempat tinggal dan warung oleh warga, rata dengan tanah dalam waktu singkat. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak warga dan menjalankan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan bersih (good governance).
Kesimpulan
Peristiwa pembongkaran bangunan liar di Tambun Utara ini menyoroti pentingnya transparansi, partisipasi masyarakat, dan penegakan SOP dalam setiap kebijakan pemerintah. Kejadian ini juga menggarisbawahi perlunya dialog dan komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat untuk menghindari konflik dan memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana dengan adil dan merata.