Tragedi Mukbang: Meninggalnya Efecan Kultur dan Bahaya Konsumsi Ekstrem di Media Sosial
Tragedi Mukbang: Meninggalnya Efecan Kultur dan Bahaya Konsumsi Ekstrem di Media Sosial
Dunia maya kembali berduka dengan meninggalnya Efecan Kultur, seorang kreator konten mukbang asal Turki, pada usia 24 tahun. Kematian Kultur, yang dikonfirmasi pada 7 Maret 2025, menyoroti bahaya serius dari tren mukbang ekstrem dan dampaknya terhadap kesehatan. Kultur, yang dikenal luas melalui platform TikTok karena kontennya yang menampilkan konsumsi makanan dalam jumlah berlebihan, mengalami komplikasi kesehatan akibat obesitas. Kondisi kesehatannya yang memburuk telah memaksanya menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama tiga bulan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Sepanjang kariernya, Kultur secara konsisten menampilkan porsi makan yang jauh melebihi batas normal. Meskipun sempat mengurangi asupan garam dan mencoba menjalani diet seperti yang terlihat dalam video terakhirnya yang diunggah delapan bulan sebelum kematiannya – menampilkannya mengonsumsi sepiring besar daun anggur kalengan – upaya tersebut terbukti tidak cukup untuk mengatasi dampak buruk dari kebiasaan makannya selama ini. Video mukbang terakhirnya diunggah pada 15 Oktober 2024, menyisakan catatan ironis tentang upaya terakhirnya untuk mengendalikan kesehatannya.
Dalam beberapa bulan terakhir hidupnya, Kultur terbaring lemah di tempat tidur, dengan kondisi fisik yang sangat memprihatinkan akibat beban berat badannya. Kondisi ini bukan hanya kasus terisolasi. Kematian Kultur menjadi pengingat akan serangkaian tragedi serupa yang melibatkan kreator mukbang di berbagai penjuru dunia. Pada bulan Juli tahun lalu, dua kreator konten mukbang dilaporkan meninggal dunia akibat kebiasaan konsumsi ekstrem mereka. Pan Xiaoting, seorang penyiar langsung asal Tiongkok, meninggal setelah merekam sesi mukbang selama 10 jam, dengan laporan menyebutkan perutnya 'terkoyak' selama proses perekaman. Sementara itu, di Filipina, kreator Dongz Apatan mengalami stroke dan meninggal setelah menyantap ayam goreng dan nasi dalam sebuah video mukbang.
Insiden-insiden ini telah mendorong reaksi dari berbagai pihak. Pemerintah Turki, misalnya, telah menyatakan keprihatinannya dan merencanakan pengenalan undang-undang untuk membatasi waktu penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah 16 tahun. Langkah ini bertujuan untuk mencegah anak muda terpapar dan terpengaruh oleh tren mukbang yang berpotensi membahayakan kesehatan. Selain itu, peningkatan kasus kematian akibat tren mukbang ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang regulasi konten online dan tanggung jawab platform media sosial dalam mengawasi konten yang berisiko tinggi. Apakah perlu standar konten yang lebih ketat? Bagaimana platform media sosial dapat lebih efektif dalam memperingatkan pengguna tentang bahaya dari tren yang berpotensi membahayakan? Ini adalah pertanyaan yang mendesak untuk dijawab.
Kematian Efecan Kultur bukanlah sekadar tragedi pribadi, tetapi juga merupakan peringatan keras tentang bahaya konsumsi ekstrem dan pentingnya keseimbangan hidup di era digital. Tren mukbang, meskipun dapat menghibur, membawa risiko kesehatan yang serius dan harus dipertimbangkan secara kritis oleh para kreator konten dan penontonnya. Tragedi ini seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pola makan sehat dan bahaya mengejar popularitas melalui praktik yang berisiko.
Catatan: Informasi tentang kondisi kesehatan Efecan Kultur diperoleh dari berbagai sumber berita dan laporan media.