KLB Malaria di Pohuwato: Ancaman Tambang dan Tantangan Penanganan di Gorontalo

KLB Malaria di Pohuwato: Ancaman Tambang dan Tantangan Penanganan di Gorontalo

Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, tengah menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria. Kondisi ini telah memaksa pemerintah daerah untuk menetapkan status tanggap darurat bencana nonalam melalui Surat Keputusan Bupati Pohuwato Nomor 84/29/II/2025, berlaku efektif sejak 10 Februari hingga 10 Mei 2025. Peningkatan kasus yang signifikan, khususnya di area pertambangan, menjadi pemicu utama penetapan status tersebut. Ironisnya, Provinsi Gorontalo sendiri telah berhasil mencapai eliminasi malaria sejak 2014, dengan sejumlah kabupaten/kota dinyatakan bebas penyakit ini. Namun, sejak 2023, sistem kewaspadaan dini mendeteksi potensi KLB di beberapa kabupaten, termasuk Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara.

Investigasi epidemiologi mengkonfirmasi penularan lokal yang memenuhi kriteria KLB. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Anang S Otoluwa, menjelaskan bahwa meskipun Gorontalo telah berhasil mengeliminasi malaria, tantangan baru muncul dengan wabah di Pohuwato. Pemerintah Provinsi telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi penanggulangan, termasuk dukungan dari Kementerian Kesehatan. Data menunjukkan peningkatan kasus malaria di Pohuwato sejak awal Maret 2023: 814 kasus pada 2023, 824 kasus pada 2024 dengan 2 kematian, dan 170 kasus baru hingga Februari 2025. Yang mengkhawatirkan, 95 persen dari penderita adalah laki-laki usia produktif (19-59 tahun) yang bekerja sebagai buruh tambang di wilayah tersebut, mengisyaratkan kuatnya korelasi antara aktivitas pertambangan dan penyebaran penyakit.

Analisis lebih lanjut menunjukkan konsentrasi kasus di beberapa lokasi pertambangan. Sebanyak 56 persen kasus di tahun 2025 berasal dari tambang di Desa Hulawa, 18 persen dari Desa Puncak Jaya, dan 10 persen dari Desa Karya Baru. Aktivitas pertambangan di Desa Hulawa, khususnya, diidentifikasi sebagai faktor risiko utama. Penyelidikan epidemiologi dan survei vektor telah dilakukan, mengidentifikasi habitat nyamuk Anopheles, vektor utama malaria, yang jangkauannya dapat mencapai beberapa desa dalam radius 2 kilometer dari satu tempat perindukan. Tantangan lain yang dihadapi adalah kebiasaan sebagian pasien yang melakukan pengobatan mandiri sebelum mencari pertolongan medis, menyebabkan keterlambatan penanganan dan penghambatan penemuan kasus dini.

Kementerian Kesehatan, melalui tim Pusat Krisis Kesehatan, dan Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo telah memberikan pendampingan di Kabupaten Pohuwato (3-5 Maret 2025), meliputi analisis situasi malaria dan pelatihan analisis data. Namun, kendala masih ada, termasuk kurangnya informasi mekanisme tanggap darurat dan keterlambatan penemuan kasus. Kurangnya tenaga entomolog (ahli serangga) di Kabupaten Pohuwato dengan luas wilayah 4.244,31 km² dan populasi 160.187 jiwa (2023), serta keterbatasan sarana kesehatan (16 Puskesmas dan 2 Rumah Sakit) juga menjadi tantangan signifikan. Pemerintah pusat telah mengeluarkan surat edaran yang mendorong kolaborasi dalam penanganan KLB, termasuk optimalisasi anggaran belanja tidak terduga (BTT) dan dana desa. Rencana tindak lanjut meliputi pemantauan ketat aplikasi SISMAL (Sistem Informasi Malaria) dan kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kesakitan dan menyelesaikan status tanggap darurat di Pohuwato, sekaligus mencegah meluasnya KLB ke wilayah lain di Gorontalo.

Tantangan yang Dihadapi:

  • Keterlambatan penanganan akibat pengobatan mandiri.
  • Kurangnya tenaga entomolog.
  • Kurangnya informasi mekanisme tanggap darurat.
  • Keterbatasan sarana kesehatan.
  • Korelasi kuat antara aktivitas pertambangan dan penyebaran malaria.