Jebakan Kenikmatan Duniawi: Sebuah Renungan Spiritual

Jebakan Kenikmatan Duniawi: Sebuah Renungan Spiritual

Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, pencapaian materi dan kesuksesan seringkali menjadi ukuran kebahagiaan. Kita merayakan prestasi, membangun keluarga yang harmonis, dan mengumpulkan kekayaan, seringkali dengan rasa bangga yang meluap. Namun, perasaan bangga yang berlebihan, jika tidak diimbangi dengan kesadaran spiritual, dapat menjadi jebakan yang menjerumuskan kita ke dalam kesombongan dan kelalaian akan Sang Pencipta. Ayat suci Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. memberikan peringatan keras tentang bahaya kesombongan dan keasyikan dalam mengejar kenikmatan duniawi yang bersifat fana.

Surah At-Takatsur, ayat 1, dengan tegas mengutuk sikap bermegah-megahan yang membuat manusia lalai dari amal perbuatan yang sebenarnya lebih bernilai. Keasyikan dalam mengumpulkan harta, teman, dan kekuasaan, menghilangkan fokus kita pada tujuan hidup yang hakiki: bertaqwa kepada Allah SWT. Hadis riwayat Muṭarrif dari ayahnya yang diriwayatkan oleh Nabi SAW. menjelaskan bahwa apa yang kita miliki di dunia ini, pada akhirnya hanyalah apa yang kita konsumsi, pakaian yang kita pakai hingga usang, dan harta yang kita sedekahkan. Sisanya, hanyalah titipan yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.

Lebih lanjut, hadis riwayat Anas, Bukhari, Muslim, dan Tirmizi, Nabi SAW. bersabda tentang sifat manusia yang selalu merasa kurang dan tamak, walaupun telah memiliki kekayaan melimpah. Sifat tamak ini merupakan cerminan dari nafsu yang menguasai diri, menjadikan kita lupa akan batas kewajaran dan kearifan dalam menikmati anugerah Allah SWT. Surah Al-Hadid ayat 20 menambahkan gambaran analogi kehidupan dunia sebagai permainan, perhiasan, dan ajang pamer kekayaan yang bersifat sementara. Layaknya tumbuhan yang tumbuh subur lalu layu dan kering, kemewahan duniawi akan sirna dan tidak akan membawa kita ke kebahagiaan sejati di akhirat.

Surah At-Takatsur melanjutkan peringatannya dengan mengingatkan bahwa kemegahan duniawi akan berakhir pada saat kematian tiba, tidak memberikan kesempatan untuk bertaubat. Ayat selanjutnya menekankan perlunya kesadaran akan konsekuensi dari perbuatan kita di dunia. Pada akhirnya, kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala kenikmatan yang telah kita nikmati, apakah kita telah menggunakannya sesuai dengan ridho Allah SWT? Atau malah sebaliknya, menjadikan kenikmatan tersebut sebagai jalan menuju kesesatan?

Kesimpulannya, kenikmatan duniawi bukanlah tujuan akhir kehidupan. Ia hanyalah ujian dan cobaan yang menguji keimanan dan ketaqwaan kita. Jika kita mampu menggunakannya dengan bijak, sesuai dengan syariat Islam dan untuk kebaikan, maka akan memberikan manfaat baik di dunia maupun akhirat. Sebaliknya, jika kita terlena dan terjebak dalam kesombongan dan kelalaian, maka kenikmatan tersebut akan menjadi penyebab kecelakaan di hari akhir. Marilah kita selalu mengingat Allah SWT., menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, agar kita terhindar dari jebakan kenikmatan duniawi dan meraih kebahagiaan sejati di sisi-Nya.

Aunur Rofiq Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca dan seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.