Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Picu Kenaikan Beban Anggaran BPJS Kesehatan
Lonjakan Kasus Gagal Ginjal dan Beban Anggaran BPJS Kesehatan
Meningkatnya kasus gagal ginjal kronis di Indonesia telah memberikan tekanan signifikan terhadap keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data terbaru menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penanganan gagal ginjal dalam satu tahun terakhir mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 11 triliun. Angka ini mencerminkan peningkatan yang cukup drastis, mencapai 1,6 kali lipat dibandingkan tahun 2019 yang hanya berkisar Rp 6,5 triliun. Kenaikan ini tidak hanya mencakup biaya perawatan, tetapi juga meliputi peningkatan signifikan pada jumlah tindakan transplantasi ginjal.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa jumlah kasus transplantasi ginjal pada tahun 2024 meningkat sebesar 43 persen, melonjak dari 92 kasus menjadi 132 kasus. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tercatat sebagai rumah sakit dengan jumlah transplantasi ginjal terbanyak, menangani 81 kasus. Distribusi kasus transplantasi ginjal di sejumlah rumah sakit pemerintah lainnya adalah sebagai berikut:
- Badan Layanan Umum (BLU) Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah: 5 kasus
- RSPAD Gatot Subroto: 3 kasus
- RSPADL Dr Ramelan Surabaya: 1 kasus
- RSU Adam Malik: 6 kasus
- RSUD Dr Soetomo Surabaya: 1 kasus
- RSUD Dr Moewardi Surakarta: 2 kasus
- RSUD Dr Saiful Anwar: 1 kasus
- RSUP Dr M Hoesin: 3 kasus
- RSUP Dr M Jamil Padang: 4 kasus
- RSUP Dr Hasan Sadikin: 2 kasus
- RSUP Dr Kariadi: 8 kasus
- RSUP Dr Sardjito: 14 kasus
- RSUP Prof Dr R D Kandou: 1 kasus
Selain transplantasi ginjal, BPJS Kesehatan juga menanggung biaya hemodialisa bagi 134.057 peserta dan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) untuk 3.085 peserta. Beban yang sangat besar ini mendorong BPJS Kesehatan untuk lebih menekankan pada upaya preventif.
Prof. Ghufron menekankan pentingnya skrining dini sebagai langkah pencegahan gagal ginjal. Hasil skrining terhadap hampir 45 juta peserta hingga 31 Desember 2024 menunjukkan persentase risiko yang cukup tinggi terhadap penyakit-penyakit yang dapat memicu gagal ginjal, termasuk hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung koroner. Lebih dari 1% peserta menunjukkan risiko tersebut. Data menunjukkan bahwa diabetes dan hipertensi menjadi faktor utama penyebab gagal ginjal, dengan kontribusi sekitar 30%. Oleh karena itu, pengendalian hipertensi dan diabetes menjadi kunci dalam upaya pencegahan gagal ginjal.
Program skrining dini yang digagas BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat menekan angka penderita gagal ginjal di masa mendatang. Upaya ini menjadi krusial mengingat dampak ekonomi dan kesehatan yang signifikan akibat meningkatnya kasus gagal ginjal kronis di Indonesia. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk memastikan keberhasilan program skrining dan menangani masalah gagal ginjal secara komprehensif.