PT Timah Gugat UU Tipikor: Upaya Maksimal Memiskinkan Koruptor dan Mengembalikan Kerugian Negara

PT Timah Gugat UU Tipikor: Upaya Maksimal Memiskinkan Koruptor dan Mengembalikan Kerugian Negara

Dalam sebuah langkah signifikan yang diapresiasi oleh kalangan antikorupsi, PT Timah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini menyasar Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor yang mengatur tentang pembayaran uang pengganti dalam kasus korupsi. PT Timah menilai pasal tersebut tidak lagi relevan dan justru menghambat upaya pemulihan kerugian negara secara maksimal.

Pasal yang digugat berbunyi: "Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi." PT Timah berargumen bahwa pasal tersebut hanya memfokuskan pada harta benda yang diperoleh koruptor, tanpa memperhitungkan kerugian negara yang jauh lebih besar. Hal ini tampak jelas dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Harvey Moeis dkk, di mana putusan banding menetapkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, namun uang pengganti yang dibebankan kepada para terdakwa hanya Rp 25,4 triliun. Selisih yang sangat signifikan ini menyoroti kelemahan substansial dalam pasal tersebut.

Praswad Nugraha, pegiat antikorupsi dan mantan penyidik senior KPK, memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah berani PT Timah. Ia menekankan bahwa gugatan ini merupakan tindakan nyata, bukan sekadar slogan, dalam upaya memiskinkan koruptor. Menurut Praswad, koruptor hanya dapat dimiskinkan melalui regulasi dan sistem penegakan hukum yang kuat, yang mampu menyita aset mereka secara legal dan menyeluruh. Ia berharap MK mengabulkan gugatan ini yang dinilai sangat material dan bermanfaat bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam gugatannya, PT Timah secara spesifik menunjuk kasus Harvey Moeis dkk. Kasus ini melibatkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 271 triliun akibat pertambangan ilegal. PT Timah berpendapat bahwa pasal yang digugat tersebut telah mengakibatkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum, karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian negara secara menyeluruh, termasuk kerugian lingkungan yang signifikan. Oleh karena itu, PT Timah mengajukan permohonan kepada MK untuk mengubah pasal tersebut menjadi: "Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi."

Permohonan PT Timah ke MK mencakup tiga poin utama:

  1. Mengabulkan permohonan PT Timah untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai "pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi";
  3. Memerintahkan amar putusan MK yang mengabulkan permohonan PT Timah untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Gugatan ini diharapkan dapat menjadi preseden penting dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia, memastikan bahwa koruptor tidak hanya dikenakan hukuman pidana, tetapi juga dibebankan tanggung jawab penuh atas kerugian yang ditimbulkan kepada negara dan rakyat Indonesia. Dengan demikian, upaya memiskinkan koruptor dan memulihkan kerugian negara dapat berjalan lebih efektif dan berkeadilan.