Ahok Beberkan Temuan Dugaan Penyimpangan di Pertamina Saat Jadi Komisaris Utama

Ahok Beberkan Temuan Dugaan Penyimpangan di Pertamina Saat Jadi Komisaris Utama

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), memberikan keterangan mengejutkan terkait temuan dugaan penyimpangan di perusahaan minyak pelat merah tersebut selama masa jabatannya. Dalam kesaksiannya selama sepuluh jam di Kejaksaan Agung pada Kamis (13/3/2025), Ahok mengungkapkan beberapa indikasi penyimpangan yang berhasil diidentifikasinya, meskipun ia menekankan bahwa sebagian besar temuan masih berupa dugaan. Pernyataan ini muncul di tengah proses penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.

"Beberapa temuan sudah kami laporkan, namun ada juga yang masih berupa dugaan," ujar Ahok kepada awak media. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar indikasi penyimpangan tersebut terungkap berkat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan audit independen lainnya. Ahok mengaku terkejut ketika penyidik Kejaksaan Agung membeberkan detail penyelidikan yang menunjukkan adanya indikasi fraud dan transfer dana yang mencurigakan. Hal ini menandakan bahwa penyelidikan Kejaksaan Agung telah mengungkap detail lebih lanjut daripada yang diketahui oleh Ahok selama masa jabatannya sebagai komisaris utama.

Sebagai komisaris utama, Ahok menjelaskan bahwa perannya terbatas pada pengawasan kinerja perusahaan berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). "Tugas saya hanya memonitor untung rugi perusahaan berdasarkan RKAP," tegasnya. Artinya, pengawasan Ahok lebih berfokus pada aspek finansial perusahaan dan tidak mencakup detail operasional yang mungkin menjadi sumber penyimpangan. Pernyataan ini menyoroti kompleksitas pengawasan korporasi dan keterbatasan kewenangan seorang komisaris dalam mendeteksi dan mencegah praktik korupsi yang terselubung.

Kasus dugaan korupsi ini telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk enam petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Mereka adalah:

  • Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan
  • Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi
  • Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin
  • VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono
  • Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya
  • VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne

Selain itu, tiga broker juga ditetapkan sebagai tersangka:

  • Muhammad Kerry Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa)
  • Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim)
  • Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak)

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Besarnya potensi kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun menjadi sorotan utama dalam kasus ini dan membuka pertanyaan lebih luas mengenai pengawasan dan tata kelola perusahaan BUMN.