Jaringan Pencucian Uang Terungkap di Balik Kasus Penembakan di Kalteng: Sindikat Mobil Bodong Libatkan Oknum TNI dan Polri
Jaringan Pencucian Uang Terungkap di Balik Kasus Penembakan di Kalteng: Sindikat Mobil Bodong Libatkan Oknum TNI dan Polri
Sidang kasus penembakan warga sipil oleh Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto (AKS) di Kalimantan Tengah (Kalteng) memasuki babak baru dengan terungkapnya dugaan keterlibatan sindikat penjualan mobil bodong. Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kamis (13/3/2025), menghadirkan fakta mengejutkan terkait penjualan mobil curian milik korban, Budiman Arisandi, sopir ekspedisi asal Banjarmasin. Mobil tersebut dijual dengan harga jauh di bawah pasaran, menandakan adanya praktik ilegal yang sistematis.
Menurut keterangan kuasa hukum korban, Parlin Bayu Hutabarat, bukti-bukti yang terungkap selama persidangan menunjukkan adanya jaringan terorganisir yang mencakup pencurian, penjualan, dan pencucian uang melalui transaksi kendaraan bodong. Saksi-saksi yang dihadirkan, termasuk istri Brigadir Anton dan dua rekannya, Adi dan Prastianto, memberikan kesaksian yang menguatkan dugaan keterlibatan sindikat tersebut. Parlin menyatakan, "Kasus ini jauh lebih kompleks daripada sekadar penembakan. Terdapat jaringan kriminal yang terstruktur dan melibatkan oknum aparat penegak hukum, khususnya Polri dan TNI." Ia menekankan bahwa sindikat ini telah beroperasi sejak tahun 2017, dengan modus operandi yang melibatkan modifikasi kendaraan dan penjualan melalui jalur-jalur ilegal.
Salah satu pembeli mobil curian tersebut diidentifikasi sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Parlin mengungkapkan bahwa keterlibatan oknum TNI ini merupakan indikasi serius yang perlu diselidiki lebih lanjut. "Transaksi yang dilakukan di tengah malam, di lokasi tersembunyi, dengan harga yang jauh di bawah nilai pasar, serta kelengkapan surat kendaraan yang tidak lengkap, merupakan indikasi kuat dari kejahatan terorganisir," tegas Parlin. Ia mendesak agar pihak berwenang segera memeriksa dan menetapkan tersangka baru, untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Pihak penasihat hukum Brigadir Anton, Suriansyah Halim, memberikan pembelaan yang berbeda. Halim berargumen bahwa kliennya tidak mengetahui adanya sindikat tersebut dan penjualan mobil tersebut semata-mata dilakukan untuk menghilangkan barang bukti. Namun, argumen ini dibantah oleh fakta-fakta persidangan yang menunjukkan adanya perencanaan dan keterlibatan pihak lain dalam transaksi tersebut. Dijelaskannya bahwa Brigadir Anton dan rekannya, Muhammad Haryono (MH), awalnya bermaksud mencari "uang receh" dengan memanfaatkan aplikasi E-Tilang, tetapi kemudian melakukan pencurian mobil yang berakhir dengan pembunuhan.
Lebih lanjut, Parlin menggarisbawahi kekhawatiran akan dampak sindikat ini terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Keterlibatan oknum TNI dan Polri menunjukkan adanya kemungkinan penyimpangan yang lebih luas dan perlu penanganan serius oleh aparat hukum untuk membongkar seluruh jaringan kejahatan ini. Ia menyatakan, "Ini bukan hanya soal pencurian mobil, tetapi juga pencucian uang dan potensi korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Jika tidak ditangani secara serius, hal ini dapat mengancam keamanan dan kepercayaan publik." Persidangan selanjutnya akan berfokus pada pemeriksaan anggota TNI yang diduga terlibat dalam transaksi tersebut. Publik menunggu dengan harap-harap cemas bagaimana pihak berwenang akan mengungkap seluruh jaringan sindikat ini dan menjerat semua pihak yang terlibat.
Daftar Saksi yang Dihadirkan: * Juwita (Istri Brigadir Anton) * Adi (Teman Brigadir Anton) * Prastianto (Teman Brigadir Anton)
Detail Transaksi yang Mencurigakan: * Penjualan mobil Grand Max dengan harga tidak wajar. * Surat-surat kendaraan tidak lengkap. * Transaksi dilakukan di tengah malam dan lokasi tersembunyi.