Kelalaian Distribusi Obat Kedaluwarsa di Puskesmas Bekasi Barat Picu Reaksi Publik
Kelalaian Distribusi Obat Kedaluwarsa di Puskesmas Bekasi Barat Picu Reaksi Publik
Seorang bayi delapan bulan di Kota Bekasi mengalami reaksi alergi serius diduga akibat mengonsumsi obat Paracetamol kedaluwarsa yang diberikan petugas kesehatan di sebuah posyandu di wilayah Bekasi Barat. Kejadian ini telah menimbulkan kemarahan dan kekhawatiran publik terhadap standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan obat di fasilitas kesehatan setempat. Ibunda bayi, yang selanjutnya disebut Ibu N, mengungkapkan kronologi kejadian yang bermula dari imunisasi rutin anaknya pada Senin, 10 Maret 2025. Setelah pemberian imunisasi, petugas memberikan obat penurun panas kepada bayi tersebut.
Setelah tiga hari mengonsumsi obat tersebut, demam bayi N memang mereda. Namun, muncul ruam kemerahan dan gatal-gatal di wajah, leher, dan tubuhnya. Kecurigaan Ibu N muncul saat ia memeriksa kemasan obat yang ternyata telah kedaluwarsa pada Februari 2023. Dengan segera, Ibu N membawa bayinya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Primaya untuk mendapatkan penanganan medis. Di rumah sakit, bayi N mendapatkan dosis obat yang lebih tinggi untuk meredakan alergi yang dialaminya. Meskipun demamnya sudah mereda, ruam kulit hingga kini masih belum sepenuhnya hilang.
Pihak Puskesmas setempat, yang menyelenggarakan program imunisasi di posyandu tersebut, telah menemui Ibu N. Namun, penjelasan yang diberikan oleh para petugas Puskesmas dinilai tidak memuaskan. Mereka beralasan bahwa banjir yang melanda Bekasi beberapa waktu lalu menyebabkan proses sortir obat terhambat, sehingga obat kedaluwarsa tersebut lolos ke proses distribusi. Alasan ini dinilai tidak masuk akal oleh Ibu N, mengingat obat yang diberikan kedaluwarsa sejak tahun 2023, jauh sebelum terjadinya banjir. Selain itu, Ibu N juga mempertanyakan kurangnya tindakan cepat dan tanggung jawab pihak Puskesmas dalam merujuk bayinya ke rumah sakit pemerintah, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Chasbullah Abdulmadjid, untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Permintaan maaf dari petugas Puskesmas pun dianggap tidak cukup oleh Ibu N karena tidak dibarengi dengan tindakan nyata.
Kejadian ini telah menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan dan pengendalian distribusi obat di Puskesmas Bekasi Barat. Bagaimana obat kedaluwarsa dapat sampai ke tangan pasien? Apakah ada kelalaian dalam sistem penyimpanan dan penyortiran obat? Pertanyaan-pertanyaan ini mendesak untuk dijawab dan ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. Kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan menjadi taruhannya. Hingga berita ini diturunkan, Kepala Puskesmas terkait belum memberikan konfirmasi atas kejadian ini.
Kejadian ini menyoroti beberapa poin penting yang perlu dikaji lebih lanjut:
- SOP pengelolaan obat di Puskesmas: Kejadian ini menunjukkan adanya potensi kelemahan dalam SOP pengelolaan obat di Puskesmas, khususnya dalam hal penyimpanan, penyortiran, dan distribusi obat. Uji tuntas terhadap SOP dan implementasinya di lapangan perlu dilakukan.
- Tanggung jawab dan akuntabilitas petugas kesehatan: Perlu ditegaskan tanggung jawab dan akuntabilitas petugas kesehatan dalam memastikan kualitas obat yang diberikan kepada pasien. Sistem pengawasan yang ketat perlu diimplementasikan.
- Perlindungan konsumen: Kejadian ini juga menyoroti pentingnya perlindungan konsumen dalam layanan kesehatan. Pasien berhak mendapatkan obat yang aman dan berkualitas, dan berhak mendapatkan penanganan yang tepat jika terjadi kesalahan medis.
- Peran pemerintah dalam pengawasan obat: Peran pemerintah dalam pengawasan distribusi dan kualitas obat juga perlu ditingkatkan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum bagi pelanggaran yang terjadi sangat penting.
Kejadian ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak terkait agar senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan kualitas pelayanan kesehatan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.