Mantan Kapolres Ngada Diproses Hukum Atas Dugaan Pencabulan Anak: Komisi III DPR Desak Hukuman Maksimal

Mantan Kapolres Ngada Diproses Hukum Atas Dugaan Pencabulan Anak: Komisi III DPR Desak Hukuman Maksimal

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, dengan tegas mendesak agar mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, dijerat dengan pasal pidana yang sesuai dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya atas dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Pernyataan tersebut disampaikan Tandra di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025), menyusul penetapan Fajar sebagai tersangka. Kejadian ini, menurut Tandra, telah melukai rasa keadilan masyarakat dan menimbulkan keprihatinan yang mendalam, khususnya bagi kaum perempuan dan anak-anak Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, Komisi III DPR RI menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada korban dan masyarakat Indonesia atas tindakan tercela mantan perwira Polri tersebut.

Komisi III DPR RI menekankan pentingnya proses hukum yang transparan dan adil dalam kasus ini. Tandra menyatakan dukungannya terhadap upaya Polri dalam membersihkan institusi dari oknum-oknum yang melanggar hukum dan kode etik profesi. Ia mendesak agar setelah menjalani sidang etik, Fajar diberhentikan tidak hormat dari kepolisian dan kemudian dihadapkan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Apresiasi disampaikan Tandra kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas kecepatan tindakan dalam menangani kasus ini, yang menunjukkan komitmen Polri dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Saat ini, Fajar telah ditahan dan sedang menjalani proses hukum lebih lanjut.

Kronologi Kasus Pencabulan Anak oleh Mantan Kapolres Ngada

Kasus ini bermula dari laporan otoritas Australia terkait sebuah video asusila yang diunggah di situs porno di Australia. Video tersebut menampilkan tindakan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh Fajar Widyadharma di sebuah hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Selasa (11/6/2024). Fajar diketahui memesan kamar hotel atas nama sendiri menggunakan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan menghubungi seorang perempuan berinisial F untuk menyediakan korban. Perempuan tersebut menerima imbalan sebesar Rp 3 juta dari Fajar atas perannya dalam tindak pidana tersebut.

Setelah melakukan aksi pencabulan terhadap korban, Fajar juga merekam tindakan tersebut dan mengunggahnya ke situs porno internasional. Otoritas Australia yang mendeteksi video tersebut melacak lokasi pembuatan video hingga akhirnya diketahui terjadi di Kupang. Laporan dari otoritas Australia tersebut kemudian diterima oleh Mabes Polri, yang selanjutnya menginstruksikan Polda NTT untuk melakukan penyelidikan. Tim Divisi Propam Mabes Polri diterjunkan ke Bajawa, Kabupaten Ngada, tempat Fajar bertugas sebelumnya, pada Kamis (23/1/2025). Fajar ditangkap pada Kamis (20/2/2025) di Jakarta dan ditempatkan di tempat khusus (patsus) sejak 24 Februari 2025, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur. Proses hukum selanjutnya akan terus berlangsung untuk memastikan keadilan bagi korban dan penegakan hukum yang tegas.

Proses hukum terhadap Fajar menunjukkan komitmen serius aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap anak dan upaya pencegahan terhadap kejahatan seksual. Hal ini juga menegaskan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, dan diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.