Regulasi Ulasan Produk Oleh Influencer: BPOM Siapkan Aturan untuk Lindungi Konsumen dan Produsen

Regulasi Ulasan Produk Oleh Influencer: BPOM Siapkan Aturan untuk Lindungi Konsumen dan Produsen

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru-baru ini menyoroti keresahan publik terkait konten ulasan produk makanan dan kosmetik oleh para influencer. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam rapat dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso pada 3 Maret 2025, mengungkapkan kekhawatiran tersebut, menuding adanya kelalaian Kementerian Perdagangan dalam melindungi konsumen dan produsen. Ketidakjelasan regulasi dimanfaatkan sejumlah influencer untuk melakukan ulasan yang berpotensi merugikan, bahkan sampai pada dugaan pemerasan seperti kasus influencer kuliner Code Blue yang dilaporkan melakukan pemerasan senilai ratusan juta rupiah kepada pengusaha makanan yang diulasnya. Kasus ini menjadi titik kritis yang mendorong perlunya regulasi yang lebih komprehensif.

Menanggapi hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah merumuskan aturan baru terkait ulasan produk skincare, kosmetik, pangan, dan obat oleh influencer. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan perlunya regulasi ini untuk menyeimbangkan hak konsumen, produsen, dan influencer itu sendiri. Dalam konferensi pers pada 21 Februari 2025, Taruna menekankan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat bukanlah tanpa batas. "Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat memang dijamin," ujarnya, "namun, hal tersebut harus diimbangi dengan hak-hak konsumen dan produsen, serta terhindar dari potensi manipulasi informasi yang dapat merugikan banyak pihak." Aturan ini, menurut Taruna, akan mengatur tata cara penyampaian ulasan produk kepada publik agar tercipta transparansi dan mencegah konflik kepentingan.

BPOM menyadari kompleksitas isu ini, sehingga proses penyusunan aturan melibatkan berbagai kementerian terkait. Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Bea Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta perwakilan influencer sendiri akan dilibatkan dalam proses ini. Hal ini untuk memastikan aturan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. BPOM berencana untuk menyelesaikan draf aturan tersebut dalam waktu dekat.

Lebih lanjut, Taruna menjelaskan bahwa BPOM memiliki kewenangan untuk memastikan keakuratan informasi produk yang beredar. Ulasan yang bersifat subjektif diperbolehkan, namun harus disertai dengan tata cara yang jelas dan bertanggung jawab. Ulasan yang direkayasa atau dimanipulasi untuk kepentingan tertentu akan dikenakan sanksi. "Kita ingin menciptakan iklim yang adil dan melindungi semua pihak," tegas Taruna. "Aturan ini bertujuan untuk memfasilitasi penyampaian informasi, melindungi hak berpendapat, namun juga mencegah kerugian yang diakibatkan oleh informasi yang tidak bertanggung jawab."

Sentimen serupa juga diungkapkan oleh pengusaha kuliner Tjie Nofia Handayani atau Ci Mehong, yang pernah mengalami dampak negatif dari ulasan negatif di media sosial. Ci Mehong telah melarang perekaman video ulasan di tempat usahanya sebagai bentuk antisipasi atas potensi kerugian akibat ulasan yang tidak berimbang. Ia pun menyerukan perlunya regulasi yang melindungi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) dari dampak negatif ulasan influencer yang tidak bertanggung jawab. Ci Mehong menekankan pentingnya ulasan yang objektif dan tidak menjatuhkan produk sejenis.

Kesimpulannya, regulasi baru yang disiapkan BPOM ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat dalam industri influencer dan melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat. Regulasi ini akan menjadi pedoman bagi influencer dalam menyampaikan ulasan, sekaligus menjadi payung hukum bagi konsumen dan produsen untuk melindungi hak-hak mereka. Proses yang melibatkan berbagai kementerian dan influencer menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghasilkan regulasi yang komprehensif dan berimbang.