Kontroversi Pengumpulan THR oleh Pengurus RW Jembatan Lima: Antara Kepentingan Warga dan Kompensasi Aktivitas Logistik
Kontroversi Pengumpulan THR oleh Pengurus RW Jembatan Lima: Antara Kepentingan Warga dan Kompensasi Aktivitas Logistik
Pengurus RW 02 Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, tengah menjadi sorotan publik menyusul beredarnya surat edaran permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada sejumlah perusahaan. Sekretaris RW 02, Febri, membenarkan adanya pengumpulan dana THR tersebut, namun memberikan klarifikasi terkait penggunaan dan tujuannya. Pernyataan Febri ini memberikan gambaran yang lebih kompleks dari sekadar pengumpulan dana untuk kepentingan pribadi, seperti yang sempat beredar di media sosial.
Febri menjelaskan bahwa surat edaran yang meminta sumbangan THR senilai Rp 1 juta per perusahaan, disebarluaskan kepada sekitar 30 hingga 40 perusahaan yang rutin melakukan kegiatan bongkar muat barang di wilayah Jalan Laksa RW 02. Meskipun angka Rp 1 juta tercantum dalam surat edaran, Febri menekankan bahwa jumlah tersebut hanyalah acuan, dan sumbangan dengan nominal lebih rendah tetap diterima. Ia menegaskan bahwa pengumpulan dana ini bukanlah untuk kepentingan pribadi pengurus RW, melainkan untuk kepentingan warga yang terdampak aktivitas logistik di wilayah tersebut.
Penggunaan Dana THR:
Febri memaparkan beberapa poin penting mengenai alokasi dana THR yang terkumpul:
- Paket Sembako: Sejumlah dana digunakan untuk menyediakan paket sembako bagi warga kurang mampu sebelum Idul Fitri. Ini merupakan program tahunan yang bertujuan meringankan beban ekonomi warga yang terdampak aktivitas bongkar muat.
- Bantuan Sosial: Dana THR dialokasikan untuk kas RW yang digunakan sebagai dana darurat. Dana ini digunakan untuk membantu warga yang mengalami musibah, seperti kematian atau kebutuhan mendesak lainnya.
- Insentif Petugas: Sebagian dana digunakan untuk memberikan insentif kepada petugas kebersihan dan staf RW yang bertugas di wilayah tersebut.
Febri juga mengakui bahwa aktivitas bongkar muat yang padat di wilayah tersebut menimbulkan berbagai permasalahan bagi warga, seperti kesulitan akses jalan dan kerusakan infrastruktur. Ia berpendapat bahwa permintaan THR tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk kompensasi dari perusahaan atas dampak negatif aktivitas mereka terhadap lingkungan dan warga sekitar. Ia menegaskan bahwa warga sebenarnya berhak atas Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Respon dan Permintaan Maaf:
Menanggapi kontroversi yang muncul, Febri menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi. Ia berharap agar ke depannya, komunikasi antara pengurus RW dan perusahaan dapat ditingkatkan untuk menghindari kesalahpahaman. Ia juga mengajak perusahaan yang merasa keberatan dengan sistem pengumpulan dana tersebut untuk berkomunikasi langsung dengan pengurus RW 02 untuk mencari solusi yang lebih baik dan saling menguntungkan.
Ke depan, diharapkan akan ada mekanisme yang lebih transparan dan terukur dalam pengelolaan dana THR tersebut, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan penggunaan dana tersebut benar-benar untuk kepentingan warga RW 02 Jembatan Lima.