Politisi DPR Pertanyakan Peran Ahok di Pertamina Terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah
Politisi DPR Pertanyakan Peran Ahok di Pertamina Terkait Kasus Korupsi Minyak Mentah
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, mempertanyakan kinerja Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selama menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Pertanyaan ini mengemuka menyusul pengungkapan kasus korupsi tata kelola minyak mentah oleh Kejaksaan Agung. Rosiade menilai, pasca-masa jabatannya di Pertamina, Ahok justru lebih banyak berkomentar mengenai kasus tersebut ketimbang mengambil tindakan preventif saat masih menjabat.
Pernyataan Rosiade disampaikan dalam rapat Komisi VI DPR dengan Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, dan jajarannya pada Selasa (11/3). Ia mengaku mendapat serangan di media sosial dari pihak yang diduga pendukung Ahok setelah Kejaksaan Agung mengumumkan temuan kasus tersebut. Rosiade mengkritik gaya kepemimpinan Ahok yang selama menjabat di Pertamina seringkali diwarnai kemarahan dan makian kepada petinggi perusahaan. Menurutnya, sebagai Komisaris Utama, Ahok seharusnya proaktif melaporkan indikasi penyimpangan tata kelola minyak mentah kepada aparat penegak hukum sejak dini, bukan baru bersuara setelah kasus tersebut terungkap.
Rosiade memberikan contoh Menteri BUMN, Erick Thohir, yang aktif berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus Jiwasraya dan Asabri. "Lihat Erick Thohir, ketika ada kasus Jiwasraya, beliau langsung proaktif ke Kejaksaan Agung. Begitu pula dengan kasus Asabri, beliau berkoordinasi dengan Pak Prabowo untuk memastikan proses hukum berjalan," ujar Rosiade. Ia membandingkan hal tersebut dengan sikap Ahok yang dinilai reaktif dan hanya muncul setelah Kejaksaan Agung telah mengungkap kasus tersebut ke publik.
Lebih lanjut, Rosiade mempertanyakan peran aktif Ahok selama menjadi Komut Pertamina dalam mencegah dan melaporkan potensi korupsi. "Apa yang dilakukan Ahok selain komentar, kemarahan, dan makian? Apakah beliau telah membawa data ke aparat penegak hukum? Tidak ada," tegasnya. Meskipun ada usulan dalam rapat untuk memanggil Ahok, Rosiade menolaknya. Ia menganggap Ahok hanya berupaya mencari popularitas dengan memanfaatkan momentum pengungkapan kasus oleh Kejaksaan Agung, ibarat 'pahlawan kesiangan'.
Rosiade menegaskan bahwa tindakan Ahok pasca-pengungkapan kasus tersebut dinilai sebagai upaya untuk menaikkan kembali popularitasnya dengan memanfaatkan kinerja Kejaksaan Agung. Ia mempertanyakan, "Apa yang dilakukan selama ini? Sekarang setelah Kejaksaan Agung di era Pak Prabowo melakukan penangkapan, baru beliau muncul dan berkomentar. Ini jelas memanfaatkan situasi untuk kembali populer."
Kesimpulannya, pernyataan Rosiade menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan dan peran aktif Komisaris Utama dalam mencegah dan menindaklanjuti potensi korupsi di BUMN. Pernyataan ini juga memicu diskusi publik mengenai tanggung jawab dan akuntabilitas para pejabat negara dalam menjaga integritas dan tata kelola perusahaan negara.