Ketiadaan Sanksi dalam SE THR 2025 Dikhawatirkan Picu Pengabaian Kewajiban Perusahaan
Ketiadaan Sanksi dalam SE THR 2025 Dikhawatirkan Picu Pengabaian Kewajiban Perusahaan
Kekhawatiran terhadap potensi pengabaian kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) oleh perusahaan meningkat menyusul diterbitkannya Surat Edaran (SE) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025. SE tersebut, yang mengatur pelaksanaan pemberian THR keagamaan tahun 2025 bagi pekerja/buruh, dinilai kurang tegas karena tidak mencantumkan sanksi bagi perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban membayar THR kepada karyawannya. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, dalam pernyataan resminya pada Kamis (13/3/2025).
Mirah Sumirat menyoroti inefektivitas SE Kemnaker yang hanya berfokus pada besaran, jadwal pembayaran, dan keberadaan Posko THR. Menurutnya, Posko THR yang dibentuk tidak memberikan solusi konkrit atas aduan ribuan pekerja yang belum menerima THR. "Ribuan aduan masuk setiap tahunnya, namun tidak ada tindak lanjut yang jelas. Posko THR hanya berfungsi sebagai tempat pengaduan semata, tanpa adanya realisasi penyelesaian masalah," tegas Mirah. Ia mempertanyakan efektivitas posko tersebut, mengingat ketiadaan mekanisme yang memaksa perusahaan untuk memenuhi kewajiban mereka setelah pengaduan diterima.
Lebih lanjut, Mirah mengungkapkan keraguannya terhadap efektivitas sanksi yang selama ini sudah ada, seperti teguran, surat peringatan, pembekuan izin usaha, hingga pencabutan izin usaha. Meskipun sanksi-sanksi tersebut tercantum dalam peraturan perundang-undangan, realisasinya di lapangan dinilai kurang optimal. Bahkan, Kemnaker sendiri diakui tengah menghadapi dilema dalam menegakkan sanksi tersebut. "Kemnaker mengakui adanya dilema. Jika sanksi tegas diterapkan, ada potensi perusahaan menutup usaha, yang akan meningkatkan angka pengangguran," jelas Mirah, mengungkapkan pertimbangan pemerintah dalam menjaga stabilitas lapangan kerja.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengajak masyarakat untuk melihat SE tersebut dari sisi positif dan menekankan semangat kekeluargaan dalam penerapannya. Namun, bagi ASPIRASI, penekanan pada aspek kekeluargaan tersebut tidak cukup untuk menjamin kepastian hak pekerja menerima THR. Mirah menyarankan pemerintah untuk memfokuskan perhatian pada penyediaan mekanisme yang lebih efektif dalam menjamin pembayaran THR, bukan hanya mengandalkan posko pengaduan yang terbukti tidak efektif.
ASPIRASI mendesak pemerintah untuk segera merevisi SE tersebut dengan memasukkan pasal sanksi yang tegas dan terukur. Ketiadaan sanksi yang jelas dikhawatirkan akan membuka celah bagi perusahaan untuk mengabaikan kewajiban membayar THR, yang berpotensi merugikan ribuan pekerja di seluruh Indonesia. Perlindungan hak pekerja, termasuk hak untuk menerima THR, merupakan tanggung jawab pemerintah yang harus dijalankan secara konsisten dan tegas.
Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- SE Kemnaker Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tidak mencantumkan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR.
- Posko THR dinilai tidak efektif karena hanya menjadi tempat pengaduan tanpa tindak lanjut yang konkrit.
- Sanksi-sanksi yang sudah ada dianggap tidak efektif dalam praktiknya.
- Pemerintah dihadapkan pada dilema antara penegakan aturan dan menjaga stabilitas lapangan kerja.
- ASPIRASI mendesak pemerintah untuk merevisi SE dan memasukkan pasal sanksi yang tegas.