Penurunan Penerimaan Pajak Februari 2025: Analisis Faktor Penurunan dan Dampaknya terhadap APBN
Penurunan Penerimaan Pajak Februari 2025: Analisis Faktor Penurunan dan Dampaknya terhadap APBN
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penurunan signifikan penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025. Realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 187,8 triliun, atau 8,4 persen dari target tahunan, menunjukan penurunan sebesar 30,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp 269,02 triliun). Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai penyebab penurunan tersebut dan dampaknya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah memaparkan beberapa faktor kunci yang berkontribusi terhadap penurunan ini dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Februari 2025 pada Kamis (13/3/2025).
Salah satu faktor utama yang diidentifikasi adalah penurunan harga komoditas global. Komoditas utama penghasil devisa negara seperti batu bara, minyak Brent, dan nikel mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. Penurunan harga batu bara mencapai 11,8 persen, minyak Brent 5,2 persen, dan nikel 5,9 persen. Penurunan harga komoditas ini secara langsung berdampak pada penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan energi.
Faktor lain yang turut mempengaruhi penurunan penerimaan pajak adalah kebijakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Kebijakan ini mengakibatkan overpayment pajak sebesar Rp 16,5 triliun pada tahun 2024, yang kemudian diklaim kembali oleh wajib pajak pada Januari dan Februari 2025. Klaim kembali pajak ini mengakibatkan penurunan penerimaan pajak pada awal tahun 2025.
Selain itu, relaksasi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) untuk Januari 2025 juga memberikan kontribusi terhadap penurunan angka penerimaan pajak pada Februari. Dengan diperpanjangnya batas waktu pembayaran PPN DN hingga 10 Maret 2025, penerimaan pajak pada bulan Februari secara otomatis terlihat lebih rendah dari biasanya. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa relaksasi ini merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan keringanan kepada wajib pajak.
Meskipun penerimaan pajak mengalami penurunan, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai justru meningkat sebesar 2,13 persen menjadi Rp 52,6 triliun atau 17,5 persen dari target. Secara keseluruhan, realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,85 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (Rp 400,36 triliun). Penurunan ini juga dipengaruhi oleh pendapatan negara bukan pajak (PNBP), yang mengalami peningkatan sebesar 14,48 persen menjadi Rp 76,4 triliun.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan perpajakan dan strategi peningkatan penerimaan negara. Langkah-langkah strategis dibutuhkan untuk mengantisipasi fluktuasi harga komoditas dan memastikan penerimaan pajak tetap optimal. Selain itu, transparansi dan keterbukaan informasi terkait pengelolaan APBN sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Secara keseluruhan, penurunan penerimaan pajak pada Februari 2025 merupakan tantangan yang perlu diatasi pemerintah. Analisis mendalam terhadap faktor-faktor penyebab penurunan dan strategi mitigasi yang tepat sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keberlanjutan program-program pemerintah.