Jakarta: Implementasi Nilai Ekonomi Karbon sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim

Jakarta: Implementasi Nilai Ekonomi Karbon sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah pionir dalam pengelolaan emisi karbon dengan menerapkan sistem Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Inisiatif ini diyakini sebagai strategi kunci dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang telah ditetapkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC), yakni 30 persen pada tahun 2030. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa peta jalan NEK telah disusun secara komprehensif, mencakup identifikasi sektor dan subsektor prioritas yang memiliki potensi signifikan dalam pengurangan emisi. Lebih dari sekadar penghitungan ekonomi dari karbon, NEK diposisikan sebagai instrumen pendorong langsung pengurangan emisi melalui pemanfaatan insentif dan disinsentif ekonomi yang tepat sasaran.

Penerapan NEK di Jakarta diresmikan melalui Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 2025, yang juga membentuk tim khusus untuk mengawal implementasinya. Dukungan dari pemerintah pusat juga terlihat jelas. Ary Sudijanto, Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, menekankan pentingnya optimalisasi perdagangan karbon sebagai strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus sebagai sumber ekonomi berkelanjutan. Menurut Ary, emisi karbon yang selama ini dianggap sebagai beban lingkungan, kini dapat diubah menjadi peluang ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja baru, mendorong inovasi teknologi, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, Ary menyebutkan peluncuran perdagangan karbon luar negeri pada 20 Januari 2025 sebagai tonggak penting, mengingat potensi ekonomi karbon di Indonesia yang sangat besar, terlebih setelah bursa perdagangan karbon diluncurkan pada 27 September 2023.

Di sektor transportasi, PT TransJakarta berkomitmen penuh dalam mendukung inisiatif NEK. Perusahaan menargetkan penggunaan 100 persen bus listrik pada tahun 2030. Direktur Operasional dan Keselamatan PT TransJakarta, Daud Yoseph, menjelaskan bahwa hingga tahun 2025, lebih dari 300 bus listrik telah beroperasi, menunjukkan kemajuan signifikan dalam transisi menuju armada transportasi yang ramah lingkungan. Peralihan ke transportasi rendah emisi ini tidak hanya berkontribusi pada penurunan emisi, tetapi juga berdampak positif terhadap efisiensi operasional perusahaan. TransJakarta juga tengah mengupayakan Sertifikasi Penurunan Emisi Indonesia (SPE-GRK) sebagai bukti komitmen mereka dalam pengurangan emisi. Upaya ini mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak yang menyadari pentingnya pembangunan sistem transportasi berkelanjutan di Jakarta.

Kesimpulannya, implementasi NEK di Jakarta bukan hanya sebagai langkah inovatif dalam pengelolaan lingkungan, tetapi juga sebagai contoh nyata bagaimana kebijakan lingkungan dapat diintegrasikan dengan strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dengan dukungan dari pemerintah pusat dan kolaborasi berbagai pihak, penerapan NEK di Jakarta diharapkan mampu menjadi model bagi daerah lain di Indonesia dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Keberhasilan ini akan sangat bergantung pada konsistensi implementasi kebijakan, pengawasan yang efektif, dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan.