Permintaan Pembebasan Lahan di Bantaran Sungai Bekasi: Warga Kampung Warung Pojok Harap Relokasi Aman
Permintaan Pembebasan Lahan di Bantaran Sungai Bekasi: Warga Kampung Warung Pojok Harap Relokasi Aman
Warga Kampung Warung Pojok RT 01 RW 002, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendesak pemerintah untuk melakukan pembebasan lahan dan relokasi tempat tinggal mereka yang berada di kawasan bantaran Sungai Bekasi. Keinginan ini didasari oleh kekhawatiran akan bahaya banjir dan longsor yang terus mengintai permukiman mereka. Eti (44), salah satu warga yang telah tinggal di bantaran sungai selama 12 tahun, mengungkapkan harapannya untuk mendapatkan lahan pengganti yang aman dari bencana alam. "Saya mau pembebasan lahan yang penting jauh dari sungai," tegasnya saat ditemui di lokasi pada Kamis (13/3/2025).
Keinginan Eti untuk direlokasi bukan tanpa alasan. Ia, bersama ratusan warga lainnya, telah merasakan langsung ancaman banjir yang berulang. Meskipun terikat secara emosional dengan daerah tersebut, Eti menyatakan tetap menginginkan relokasi di sekitar Kecamatan Babelan. "Namanya juga orang Betawi, pengennya masih tinggal sekitaran sini, sekitaran Babelan," tambahnya, menunjukkan keengganan untuk meninggalkan kampung halamannya. Sentimen yang sama juga diungkapkan oleh Rokia (47), seorang ibu rumah tangga. Ia berharap program pembebasan lahan dapat terwujud agar keluarganya dapat hidup dengan lebih tenang dan terbebas dari kecemasan akan banjir dan longsor. Rokia mengaku tidak mengetahui bahwa rumahnya berada di daerah bantaran sungai hingga kemudian ancaman banjir dan longsor semakin nyata.
"Awalnya, bantaran sungai itu jauh banget dari rumah. Jadi kami aman saja membangun rumah dan menetap di sini," tutur Rokia menjelaskan ketidaktahuan awal mengenai kondisi geografis rumahnya. Kondisi ini mencerminkan perlunya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif dari pemerintah kepada masyarakat mengenai kawasan rawan bencana. Permintaan pembebasan lahan ini muncul seiring rencana normalisasi Sungai Bekasi oleh pemerintah provinsi. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sebelumnya telah menyatakan kesiapannya untuk bernegosiasi dengan pemilik rumah di bantaran sungai. Ia mengakui banyaknya bangunan yang berdiri di kawasan tersebut, mulai dari rumah tinggal hingga warung-warung kecil.
Dedi Mulyadi menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan mempertimbangkan hak-hak warga. "Jika warga merasa punya sertifikat dan ada bangunan, nanti kita negosiasikan sambil berjalan," ujar Dedi. Proses negosiasi ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PUPR, yang akan dibahas dalam rapat koordinasi pada Senin mendatang. Normalisasi sungai, sebagaimana ditegaskan Dedi Mulyadi, merupakan upaya penting untuk mencegah bencana dan menjaga kelancaran aliran sungai. Namun, proses ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan, dengan memastikan kesejahteraan warga terdampak mendapat perhatian yang cukup.
Langkah pemerintah dalam menangani permasalahan ini akan menjadi tolok ukur bagaimana pemerintah daerah mampu menyeimbangkan pembangunan infrastruktur dengan perlindungan masyarakat dan lingkungan. Program relokasi yang terencana dan terintegrasi menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi isu bantaran sungai ini. Perencanaan yang matang meliputi penyediaan lahan yang layak huni, fasilitas umum, serta dukungan sosial ekonomi bagi warga terdampak, menjadi hal krusial agar relokasi berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan baru.
Catatan: Tanggal kejadian dalam berita asli adalah 12-13 Maret 2025. Penjelasan mengenai pertemuan Gubernur Jawa Barat dengan Menteri ATR/BPN dan Kementerian PUPR menunjukkan adanya komitmen pemerintah untuk mencari solusi yang komprehensif.