Perang Dagang AS: Sri Mulyani Singgung Hilangnya Konsep 'Persahabatan' Ekonomi Antar Negara
Perang Dagang AS-Kanada dan Perubahan Dinamika Ekonomi Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini memberikan analisis mendalam mengenai dampak perang dagang yang diinisiasi oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi kebijakan proteksionis AS yang telah menimbulkan gejolak signifikan dalam perekonomian global. Sri Mulyani menekankan bahwa era 'persahabatan' dalam konteks hubungan ekonomi antarnegara telah berakhir, sebuah realita yang diungkapkannya melalui kasus hubungan ekonomi AS-Kanada yang sempat memburuk.
Perang dagang yang dipicu oleh AS dengan pengenaan tarif impor terhadap sejumlah negara, termasuk Kanada, Meksiko, dan Tiongkok, telah memicu reaksi balasan. AS mengenakan tarif impor 10% untuk energi dan 25% untuk produk lainnya dari Kanada, sementara Kanada membalas dengan tarif 25% untuk berbagai produk impor dari AS. Tiongkok juga terkena dampak dengan tarif impor 10% dari AS, kemudian membalas dengan tarif atas produk-produk AS. Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan ini dilatarbelakangi oleh upaya AS untuk mengatasi defisit neraca perdagangannya dengan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Indonesia, yang juga masuk dalam 20 negara dengan surplus perdagangan terhadap AS, berpotensi terkena dampak kebijakan ini.
Sri Mulyani memaparkan beberapa dampak potensial bagi Indonesia jika terkena imbas kebijakan proteksionis AS. Dampak tersebut meliputi:
- Peningkatan biaya rantai pasok, khususnya di sektor manufaktur, terutama industri digital.
- Disrupsi rantai pasok global.
- Volatilitas harga komoditas.
- Sentimen pasar yang negatif.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyoroti perubahan fundamental dalam dinamika ekonomi global. Konsep 'friendshoring', yang mengasumsikan keamanan ekonomi melalui hubungan persahabatan antarnegara, ternyata tidak lagi berlaku. Hubungan AS-Kanada, yang pernah dianggap sebagai contoh 'friendshoring', menunjukkan bahwa bahkan negara sekutu pun tidak kebal dari dampak kebijakan proteksionisme AS. Hal ini memaksa negara-negara di dunia untuk merevaluasi strategi ekonomi mereka dan mengantisipasi perubahan lanskap ekonomi global yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian. Kondisi ini menuntut setiap negara untuk lebih tangguh dan adaptif dalam menghadapi dinamika global yang kini didominasi oleh kepentingan ekonomi nasional dan bukan lagi sekadar hubungan persahabatan antar negara.
Kesimpulannya, pernyataan Sri Mulyani memberikan gambaran yang jelas mengenai dampak perang dagang AS dan perubahan paradigma dalam hubungan ekonomi internasional. Ketidakpastian ekonomi global yang meningkat mengharuskan Indonesia dan negara-negara lain untuk memperkuat ketahanan ekonomi dan diversifikasi pasar untuk mengurangi ketergantungan pada negara tertentu.