Empat Belas Tahun Pasca Bencana: Jepang Kenang Tragedi Gempa dan Tsunami Tohoku, dan Tetap Waspada

Empat Belas Tahun Pasca Bencana: Jepang Kenang Tragedi Gempa dan Tsunami Tohoku, dan Tetap Waspada

Tepat pada tanggal 11 Maret 2025, Jepang memperingati 14 tahun berlalu sejak gempa bumi dan tsunami dahsyat yang melanda wilayah Tohoku di timur laut negara tersebut. Peristiwa yang terjadi pada 11 Maret 2011 itu menyisakan duka mendalam dan luka yang hingga kini masih dirasakan oleh masyarakat Jepang. Peringatan tahun ini menjadi momentum refleksi atas tragedi tersebut, sekaligus penegasan komitmen Jepang untuk terus memperkuat kesiapsiagaan menghadapi bencana alam di masa mendatang.

Upacara peringatan resmi diadakan di Prefektur Fukushima, dihadiri oleh Perdana Menteri Shigeru Ishiba. Dalam sambutannya, Ishiba menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada para korban dan keluarga yang ditinggalkan. Ia juga menekankan komitmen pemerintah Jepang untuk menjadikan negara tersebut sebagai pemimpin dunia dalam mitigasi bencana. "Pengalaman pahit dari bencana 2011 akan kita jadikan pelajaran berharga," ujar Ishiba, "Kita akan menerapkan sistem persiapan bencana yang lebih komprehensif dan meningkatkan kapasitas respons terhadap bencana secara signifikan." Pernyataan ini diiringi dengan tekad untuk terus meningkatkan teknologi dan strategi pencegahan bencana.

Di lokasi yang berbeda, Presiden Tokyo Electric Power Company Holdings Inc., Tomoaki Kobayakawa, memimpin upacara peringatan di bekas lokasi pembangkit listrik nuklir Fukushima Daiichi. Dalam kesempatan tersebut, Kobayakawa menyampaikan rasa penyesalan dan komitmen perusahaan untuk bertanggung jawab penuh atas dampak kecelakaan nuklir yang diakibatkan oleh bencana tersebut. "Kecelakaan Fukushima Daiichi menjadi titik awal perusahaan untuk belajar dan memperbaiki diri," kata Kobayakawa, menekankan pentingnya pembelajaran dari masa lalu untuk menjamin keselamatan dan keamanan nuklir di masa mendatang.

Di luar upacara resmi, warga di tiga prefektur terdampak terparah – Iwate, Miyagi, dan Fukushima – juga menggelar berbagai kegiatan peringatan. Momen hening dan doa bersama menjadi bentuk penghormatan bagi para korban. Masayuki Nitanai, seorang pejabat dari Kota Minamisanriku, Prefektur Miyagi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap memudarnya kesadaran akan bahaya bencana di kalangan masyarakat. "Meskipun ingatan akan tragedi ini masih hidup, saya merasakan kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan bencana mulai menurun," kata Nitanai, seraya menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi pencegahan bencana agar peristiwa serupa tidak terulang.

Kisah pilu juga disampaikan oleh Reiko Endo di Pantai Usuiso, Iwaki, Prefektur Fukushima. Ia mengenang kepergian seorang teman yang menjadi korban tsunami. Cerita-cerita pribadi seperti ini menjadi pengingat akan dampak nyata dari bencana tersebut, dan pentingnya menjaga ingatan kolektif tentang tragedi ini.

Proses pemulihan pasca bencana masih berlangsung hingga kini. Sekitar 28.000 orang masih mengungsi di berbagai penjuru Jepang. Tujuh kotamadya di Fukushima masih ditetapkan sebagai zona terlarang akibat radiasi nuklir. Monumen-monumen peringatan, seperti monumen batu di Chojahara yang mencantumkan nama 44 korban, menjadi simbol pengingat akan skala kerusakan dan kerugian jiwa yang terjadi. Di sisi lain, berdirinya Iwate Tsunami Memorial Museum menjadi bukti komitmen Jepang untuk mentransformasikan tragedi ini menjadi pembelajaran berharga bagi dunia, khususnya dalam mitigasi bencana dan pembangunan masyarakat yang tangguh bencana.

Museum ini, selain sebagai monumen peringatan, juga berfungsi sebagai pusat edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya kesiapsiagaan bencana. Dengan menggarisbawahi posisi Jepang di Cincin Api Pasifik yang membuatnya rentan terhadap bencana alam, museum ini menegaskan pentingnya pengetahuan, teknologi, dan tindakan preventif untuk meminimalisir dampak bencana di masa depan. Kesiapan dan kewaspadaan menjadi kunci utama bagi Jepang dalam menghadapi ancaman bencana di masa depan.

Proses rekonstruksi dan pemulihan pasca bencana menunjukkan ketahanan dan semangat masyarakat Jepang, namun juga menyoroti pentingnya menjaga ingatan kolektif akan peristiwa 11 Maret 2011 dan terus meningkatkan upaya pencegahan bencana untuk generasi mendatang.