Dugaan Pungli Rp10 Juta oleh Kanit PPA Polrestabes Makassar dalam Kasus Pelecehan Seksual: Polisi Lakukan Investigasi
Dugaan Pungli Rp10 Juta oleh Kanit PPA Polrestabes Makassar dalam Kasus Pelecehan Seksual: Polisi Lakukan Investigasi
Polrestabes Makassar tengah menangani dugaan penyimpangan prosedur oleh Iptu HT, Kanit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), terkait kasus pelecehan seksual yang dilaporkan pada 6 Februari 2025. Dugaan tersebut mencuat setelah beredar video di media sosial yang menampilkan korban dan keluarganya menuturkan pengalaman mereka terkait upaya perdamaian yang diduga diprakarsai oleh Iptu HT dengan imbalan uang sejumlah Rp10 juta. Dalam video tersebut, korban mengaku kesulitan mendapatkan perkembangan kasus setelah melapor dan menyatakan bahwa Iptu HT menawarkan opsi perdamaian dengan pelaku, sekaligus mengatur jumlah uang damai dan meminta separuh dari jumlah tersebut sebagai imbalan.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Arya Perdana, membenarkan adanya video tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan langkah investigasi. "Kami telah memutar video secara utuh dan memanggil korban serta pihak UPTD PPA untuk klarifikasi," ujar Kombes Arya kepada wartawan pada Rabu (12/3/2025). Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Iptu HT dan penyidik terkait telah diperiksa, namun hasil pemeriksaan belum dipublikasikan. "Pemeriksaan terhadap Kanit dan penyidik telah dilakukan, dan hasilnya akan segera kami sampaikan," tambahnya.
Kronologi kasus ini bermula dari laporan korban pelecehan seksual ke Polrestabes Makassar pada tanggal 6 Februari 2025. Namun, kurangnya respons dari pihak penyidik membuat korban dan keluarganya merasa frustasi dan akhirnya mengungkap dugaan tersebut ke publik melalui media sosial. Menurut pengakuan korban dalam video, Iptu HT diduga bukan hanya mengarahkan korban untuk meminta uang damai kepada pelaku, tetapi juga menentukan jumlah uang tersebut, yaitu Rp10 juta, dan meminta setengahnya untuk dirinya sendiri. Korban menolak tawaran perdamaian tersebut karena menginginkan proses hukum berjalan sesuai ketentuan. Keengganan korban untuk berdamai dan adanya dugaan intervensi dari petugas penegak hukum ini menimbulkan pertanyaan serius terkait integritas proses penegakan hukum dalam kasus pelecehan seksual.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, khususnya dalam menangani kasus-kasus sensitif seperti kekerasan seksual. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses investigasi menjadi sangat penting untuk menjaga integritas penegakan hukum dan melindungi hak-hak korban. Polrestabes Makassar kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi korban. Kejelasan terkait hasil investigasi dan langkah-langkah yang akan diambil terhadap Iptu HT sangat dinantikan publik.
Poin-poin penting dalam kronologi kasus:
- Laporan kasus pelecehan seksual ke Polrestabes Makassar pada 6 Februari 2025.
- Kurangnya respon dari penyidik terhadap korban.
- Dugaan tawaran perdamaian oleh Iptu HT dengan syarat uang damai Rp10 juta.
- Dugaan permintaan separuh dari uang damai oleh Iptu HT.
- Penolakan korban terhadap tawaran perdamaian.
- Investigasi yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar.
- Pemeriksaan terhadap Iptu HT dan penyidik terkait.