IHSG Awal Perdagangan Menguat, Namun Rupiah Tertekan Ancaman Perang Dagang

IHSG Menguat Tipis di Tengah Ketidakpastian Global

Pada awal perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Kamis (13/3/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukan tren positif, naik tipis 0,44 persen atau 29,65 poin ke level 6.694. Peningkatan ini terjadi di tengah sentimen global yang masih dibayangi ancaman perang dagang. Dari 596 saham yang terdaftar, 225 saham berada di zona hijau, 98 saham di zona merah, dan 171 saham stagnan. Nilai transaksi hingga pukul 09.03 WIB mencapai Rp 533,67 miliar dengan volume 841,70 juta saham. Meskipun IHSG menunjukkan penguatan, namun pergerakannya cenderung terbatas, mencerminkan kekhawatiran investor akan perkembangan situasi geopolitik terkini.

Analis dari Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menilai potensi penguatan IHSG relatif terbatas. Beliau memperkirakan support dan resistance IHSG berada di kisaran 6.520-6.750. Sentimen negatif berasal dari potensi aksi balasan Uni Eropa dan Kanada terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan tarif impor baja dan aluminium. Meskipun beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Australia memilih jalur negosiasi untuk menghindari eskalasi perang tarif, ketidakpastian tetap menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan pasar.

Pergerakan Bursa Regional dan Tekanan pada Rupiah

Secara regional, pasar saham Asia menunjukkan pergerakan yang beragam. Strait Times mencatat kenaikan 0,16 persen (6,28 poin) ke level 3.839,35, sementara Shanghai Composite turun 0,24 persen (8,23 poin) menjadi 3.363,70. Nikkei 225 menunjukan penguatan signifikan sebesar 0,92 persen (337,91 poin) ke level 37.157,00, sedangkan Hang Seng mengalami penurunan 0,59 persen (139,31 poin) hingga mencapai 23.461. Kondisi pasar saham regional yang bervariasi ini turut memengaruhi sentimen pasar domestik.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan. Pada pukul 09.15 WIB, rupiah tercatat berada di level Rp 16.453 per dolar AS, melemah 1 poin (0,01 persen) dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Pelemahan ini terjadi meskipun data indeks Harga Konsumen AS menunjukkan penurunan inflasi tahunan di bulan Februari ke level 2,8 persen dari 3,0 persen di bulan sebelumnya. Meskipun penurunan inflasi ini berpotensi memicu pemangkasan suku bunga acuan AS dan menekan dolar AS, ancaman perang dagang yang masih membayangi tetap menjadi faktor utama yang mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Ariston Tjendra, pengamat pasar uang, mengatakan bahwa pasar masih mencermati ancaman perang dagang yang dilontarkan Trump, sehingga potensi penguatan rupiah masih terbatas. Ia memprediksi rupiah berpotensi menguat ke arah Rp 16.400, dengan potensi resistensi di kisaran Rp 16.480. Situasi ini menunjukkan bagaimana ancaman geopolitik dapat memberikan tekanan signifikan terhadap kinerja rupiah di tengah data ekonomi makro AS yang relatif positif.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, IHSG menunjukkan kinerja yang cukup baik di awal perdagangan, namun pergerakannya tetap terbatas di tengah kekhawatiran akan dampak perang dagang. Pelemahan rupiah juga mencerminkan ketidakpastian global yang masih membayangi, dan menunjukkan bagaimana sentimen pasar dapat dipengaruhi oleh dinamika politik internasional.