Harga Diri di Atas Hollywood: Andy Lau Tolak Tawaran Film Barat Demi Karier Cemerlang di Asia
Harga Diri di Atas Hollywood: Andy Lau Tolak Tawaran Film Barat Demi Karier Cemerlang di Asia
Dalam sebuah wawancara televisi di Taiwan bersama pembawa acara Mickey Huang, aktor kawakan Andy Lau, 63 tahun, mengungkapkan alasan di balik penolakannya terhadap sejumlah tawaran film Hollywood. Keputusan ini, yang diambil beberapa dekade lalu, menunjukkan prioritas Lau yang menempatkan harga diri di atas panggung internasional yang glamor. Kisah ini bermula pada tahun 1991, saat Lau menandatangani kontrak dengan agensi luar negeri yang menawarkannya peran dalam beberapa produksi Hollywood.
Salah satu tawaran pertama yang ia terima adalah peran utama dalam film drama romantis M. Butterfly (1993). Meskipun peran Song Liling, seorang bintang opera dan mata-mata Tiongkok, sangat menarik, Lau menolaknya karena adanya adegan yang menurutnya melukai harga dirinya. “Aku tak bisa melakukannya. Itu terlalu menyakiti harga diriku,” ujarnya, menjelaskan alasan penolakan tersebut. Penolakan ini bukan sekadar pilihan karir, melainkan penegasan prinsip dan martabat.
Bukan hanya M. Butterfly, Lau juga menolak tawaran peran dalam film Dragon: The Bruce Lee Story karena ketidakmampuannya melakukan adegan laga yang kompleks. Bahkan, audisi untuk peran Sandman di Spider-Man 3 (2007) pun berakhir dengan kegagalan, bukan karena kurangnya kemampuan akting, tetapi mungkin karena perbedaan visi artistik atau faktor lain yang tidak diungkapkan dalam wawancara tersebut.
Keputusan Lau untuk fokus berkarier di Asia, khususnya Hong Kong dan Tiongkok, ternyata sangat tepat. Ia berhasil membangun karier yang gemilang dan meraih kesuksesan besar, menyaingi bahkan melampaui popularitas bintang-bintang Hollywood di wilayah tersebut. Pendapatannya dari film-filmnya mencapai ratusan juta dolar per tahun, dan pada tahun lalu saja, kontribusinya terhadap industri film diperkirakan mencapai 350 juta dolar AS (sekitar Rp 5 triliun).
Keberhasilan film-filmnya yang memecahkan rekor box office di Hong Kong semakin mengukuhkan statusnya sebagai aktor papan atas. Shock Wave 2 mencatat pendapatan sebesar 270 juta dolar AS, mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang oleh filmnya sendiri, The White Storm 2: Drug Lords. Popularitas Andy Lau membuat para produser berlomba-lomba untuk melibatkannya dalam proyek film mereka, karena kehadirannya nyaris menjamin kesuksesan komersial.
Lebih jauh lagi, kesuksesan film-film Asia, seperti Ne Zha 2 yang menjadi film animasi terlaris sepanjang masa dan masuk dalam sepuluh besar film terlaris dunia hanya dari pemutaran domestik, menunjukkan bahwa industri perfilman Asia, terutama Tiongkok, telah berkembang pesat dan mampu menyaingi Hollywood. Hal ini semakin memperkuat alasan di balik keputusan Andy Lau untuk fokus berkarier di Asia dan mengutamakan harga diri dalam setiap pilihan kariernya. Kisah Andy Lau menjadi bukti bahwa kesuksesan dapat diraih dengan tetap memegang teguh prinsip dan integritas, meskipun harus mengorbankan peluang di panggung internasional yang lebih besar.
Berikut beberapa poin penting dari keputusan Andy Lau:
- Penolakan peran dalam M. Butterfly karena adegan yang dianggap melukai harga dirinya.
- Penolakan peran dalam Dragon: The Bruce Lee Story karena kesulitan dalam adegan laga.
- Gagal mendapatkan peran Sandman di Spider-Man 3.
- Keberhasilan besar dalam industri film Asia, menghasilkan pendapatan ratusan juta dolar per tahun.
- Keberhasilan box office film-filmnya di Hong Kong, seperti Shock Wave 2 dan The White Storm 2: Drug Lords.
- Kebangkitan industri film Asia yang mampu menyaingi Hollywood.