Proyek Jembatan Akses Cluster di Kota Baru Bekasi Dihentikan Setelah Menuai Penolakan Warga

Proyek Jembatan Akses Cluster di Kota Baru Bekasi Dihentikan Setelah Menuai Penolakan Warga

Konstruksi jembatan akses menuju sebuah cluster perumahan mewah di Kelurahan Kota Baru, Bekasi Barat, telah dihentikan menyusul penolakan keras dari warga setempat. Keputusan penghentian proyek ini diambil setelah dilakukan mediasi antara perwakilan warga RW 14 Harapan Baru Regency dengan pihak pengembang, PT Kotabaru Propertindo Perkasa. Warga sebelumnya telah menyampaikan berbagai kekhawatiran terkait dampak negatif pembangunan jembatan tersebut, yang dinilai akan memperparah kondisi lingkungan dan menimbulkan permasalahan lalu lintas di wilayah tersebut.

Sugiarto, Ketua RT 10 RW 14 Kota Baru, Bekasi Barat, mengungkapkan bahwa keresahan warga berpusat pada potensi peningkatan risiko banjir. Jembatan yang direncanakan, menurut Sugiarto, akan dibangun di area yang selama ini berfungsi sebagai tanggul penahan banjir. “Warga khawatir pembangunan jembatan akan mengganggu fungsi tanggul tersebut, sehingga meningkatkan kerentanan wilayah terhadap banjir,” ujarnya saat diwawancarai pada Rabu (12/03/2025). Selain risiko banjir, warga juga menyoroti dampak lingkungan lainnya seperti peningkatan volume sampah dan debu akibat aktivitas konstruksi. Lebih lanjut, Sugiarto juga mengungkapkan kekhawatiran akan kemacetan lalu lintas, mengingat lebar jalan yang terbatas, yakni hanya 5,9 meter, tidak memadai untuk menampung arus lalu lintas yang meningkat akibat akses jembatan baru tersebut, khususnya pada jam-jam sibuk. “Jalan yang sempit akan semakin parah jika dilalui kendaraan besar, pasti akan terjadi kemacetan,” imbuhnya.

PT Kotabaru Propertindo Perkasa, pengembang cluster perumahan mewah yang terdiri dari 59 unit hunian, awalnya berencana membangun jembatan tersebut untuk menghubungkan wilayah RW 12 dan RW 14. Namun, penolakan warga yang tegas dan terorganisir, mendorong pihak pengembang untuk menghentikan proyek tersebut. Mediasi yang difasilitasi oleh pihak Kelurahan berhasil menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak, dengan pengembang menyetujui penghentian pembangunan jembatan. “Pertemuan dengan pihak Kelurahan telah menghasilkan kesepakatan, dan pengembang telah menerima aspirasi warga RW 14 untuk menolak pembangunan jembatan tersebut,” tegas Sugiarto.

Penghentian proyek ini menandai sebuah kemenangan bagi warga dalam upaya mereka untuk melindungi lingkungan dan kepentingan masyarakat. Keberhasilan mediasi ini juga menjadi contoh penting bagaimana partisipasi aktif warga dalam proses pembangunan dapat mencegah proyek yang berpotensi merugikan.

Kesimpulan: Kasus ini menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan infrastruktur. Komunikasi dan dialog yang efektif antara warga dan pengembang sangat krusial untuk memastikan proyek pembangunan selaras dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta meminimalisir dampak negatif yang tidak diinginkan.