Polemik Pengisian Jabatan FOLU Net Sink 2030: Pakar UGM Kritik Dominasi Kader Partai
Polemik Pengisian Jabatan FOLU Net Sink 2030: Pakar UGM Kritik Dominasi Kader Partai
Pengangkatan sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam struktur organisasi FOLU Net Sink 2030 telah memicu kontroversi. Proporsi 25% kader PSI dalam struktur organisasi tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni, mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk pakar kehutanan. Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadah Mada (UGM), Prof. Priyono Suryanto, mengungkapkan keprihatinannya atas langkah tersebut dan menilai kebijakan ini jauh dari visi besar pembangunan kehutanan Indonesia.
Prof. Priyono berpendapat bahwa Kementerian Kehutanan (Kemenhut) masih terpaku pada pendekatan praktis dan belum mampu merealisasikan spirit 'Asta Cita' Prabowo-Gibran dalam program FOLU Net Sink 2030. Ia menilai program ini berada di 'pinggiran orbit' visi tersebut, sekaligus menimbulkan kegaduhan publik. Menurutnya, akar permasalahan berada di permukaan dan tidak menyentuh inti permasalahan pembangunan kehutanan berkelanjutan. Ia juga menyoroti narasi besar kehutanan Indonesia yang belum mencerminkan visi jangka panjang tersebut, mulai dari perencanaan pembangunan hutan pangan-energi hingga rencana reklamasi lahan kelapa sawit. Prof. Priyono menambahkan bahwa pengisian jabatan dalam Operation Management Office (OMO) FOLU Net Sink 2030 dengan elit PSI semakin memperkuat anggapan bahwa program ini berada di luar jalur utama visi pembangunan kehutanan nasional.
FOLU Net Sink 2030: Sebuah Strategi Nasional yang Membutuhkan Kejelasan Visi
FOLU Net Sink 2030, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, merupakan program strategis untuk mencapai kondisi di mana serapan karbon sektor kehutanan dan lahan melebihi emisi pada tahun 2030. Program ini diharapkan mampu berkontribusi signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Strategi utamanya meliputi:
- Mencegah deforestasi
- Konservasi dan pengelolaan hutan lestari
- Perlindungan dan restorasi lahan gambut
- Peningkatan serapan karbon
Prof. Priyono mengakui bahwa FOLU Net Sink 2030 telah melalui proses perumusan yang panjang. Namun, ia menekankan perlunya penguatan narasi besar program ini sebagai strategi nasional yang berdampak global. Ia berharap adanya kejelasan visi yang kuat agar program ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan berkontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan. Ia juga menambahkan pentingnya peran FOLU Net Sink 2030 sebagai landasan kokoh untuk melanjutkan program pembangunan kehutanan di era pemerintahan Presiden Prabowo, sebagai kelanjutan dari program Presiden Jokowi.
Kompetensi vs. Politik: Pertanyaan Akurasi dalam Seleksi Tim Pelaksana
Keputusan Menhut menempatkan sejumlah kader PSI dalam tim pelaksana FOLU Net Sink 2030 telah menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas kompetensi dan profesionalisme. Program yang berfokus pada isu lingkungan, hutan, dan pengelolaan sumber daya alam membutuhkan keahlian khusus dan pengalaman yang relevan. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pertimbangan politik melebihi pertimbangan kompetensi dalam seleksi tim pelaksana. Hal ini diperkuat oleh adanya lima bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030 berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022:
- Bidang I: Pengelolaan Hutan Lestari
- Bidang II: Peningkatan Cadangan Karbon
- Bidang III: Konservasi
- Bidang IV: Pengelolaan Ekosistem Gambut
- Bidang V: Instrumen dan Informasi
Prof. Priyono berpendapat bahwa penempatan kader partai dalam posisi strategis menunjukkan bahwa Kemenhut masih terpaku pada pendekatan yang sempit dan tidak mempertimbangkan kepentingan jangka panjang program ini. Ia khawatir langkah ini akan membingungkan internal Kemenhut dan menghambat pencapaian tujuan FOLU Net Sink 2030. Menhut Raja Juli Antoni telah membenarkan informasi mengenai pengangkatan kader PSI tersebut dan menjelaskan bahwa revisi struktur OMO FOLU tahun 2025 meliputi ASN, mantan ASN, dan pihak eksternal. Namun, kontroversi ini tetap mengingatkan pentingnya transparansi dan pertimbangan kompetensi dalam pengisian jabatan di bidang yang sangat vital ini.