Konflik Suriah: Korban Tewas Melebihi 1.300 Jiwa, Diduga Terjadi Pelanggaran HAM Berat

Konflik Suriah: Korban Tewas Melebihi 1.300 Jiwa, Diduga Terjadi Pelanggaran HAM Berat

Situasi keamanan di Suriah kembali memanas menyusul bentrokan berdarah yang terjadi sejak pekan lalu, tepatnya Kamis (6/3/2025). Jumlah korban jiwa terus meningkat hingga mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni lebih dari 1.383 orang, sebagian besar warga sipil. Insiden ini menandai eskalasi kekerasan yang signifikan di negara yang telah dilanda konflik berkepanjangan tersebut. Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sebuah organisasi pemantau perang di Suriah, melaporkan bahwa sebagian besar korban sipil berasal dari kelompok etnis Alawi, yang mayoritas bermukim di wilayah pesisir Mediterania Suriah. Lokasi bentrokan yang berada di jantung wilayah tersebut semakin mempersulit upaya penyelamatan dan evakuasi korban.

Laporan SOHR mengindikasikan bahwa banyak dari korban sipil tewas akibat eksekusi di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan keamanan pemerintah dan kelompok-kelompok sekutu pemerintah Suriah. Selain itu, SOHR juga mencatat adanya laporan pemindahan paksa penduduk, pembakaran rumah-rumah warga, dan berbagai pelanggaran HAM berat lainnya. Provinsi Latakia, Tartus, dan Hama menjadi wilayah yang paling terdampak oleh gelombang kekerasan ini. Penemuan sejumlah mayat di berbagai lokasi, mulai dari lahan pertanian hingga rumah-rumah warga, semakin menguatkan dugaan terjadinya pelanggaran HAM sistematis dalam konflik ini. Jumlah korban tewas di kalangan aparat keamanan juga terbilang tinggi, dengan sedikitnya 231 personel keamanan yang tewas dalam bentrokan awal, sementara sekitar 250 pejuang pro-Assad dilaporkan tewas.

Kekerasan yang terjadi memicu kecaman internasional. Kantor Hak Asasi Manusia PBB telah mendokumentasikan sejumlah 'eksekusi kilat' yang diduga bermotif sektarian. Menanggapi peristiwa tersebut, Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, berjanji untuk membawa para pelaku ke pengadilan dan membentuk komite pencari fakta untuk menyelidiki peristiwa tersebut. Juru bicara komite, Yasser al-Farhan, menegaskan komitmen pemerintah Suriah untuk mencegah tindakan balas dendam yang melanggar hukum dan memastikan tidak ada impunitas bagi para pelaku kejahatan. Langkah-langkah investigasi telah dimulai, dengan sedikitnya tujuh orang ditangkap sejak Senin (10/3/2025) atas dugaan keterlibatan dalam pelanggaran terhadap warga sipil.

Meskipun kekerasan skala besar telah mereda, ancaman konflik masih membayangi. Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dianggap sebagai cabang dari mantan cabang Al-Qaeda di Suriah, masih menjadi ancaman keamanan yang signifikan. HTS sendiri masih dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Kondisi ini semakin diperparah oleh ketakutan di kalangan warga Alawi akan kemungkinan terjadinya pembalasan atas pemerintahan Bashar al-Assad yang brutal, setelah jatuhnya rezim pada bulan Desember 2024. Estimasi jumlah korban tewas yang mencapai lebih dari seribu jiwa serta laporan pelanggaran HAM berat ini menjadi sorotan internasional, dan memerlukan penanganan serius dari komunitas internasional untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan memastikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang terjadi.

  • Pihak yang terlibat dalam konflik: Pasukan pemerintah Suriah, Loyalis Bashar al-Assad, Hayat Tahrir al-Sham (HTS)
  • Lokasi bentrokan: Wilayah pesisir Mediterania Suriah (Latakia, Tartus, Hama)
  • Jenis pelanggaran HAM: Eksekusi di luar hukum, pemindahan paksa penduduk, pembakaran rumah, pelanggaran HAM berat
  • Respon pemerintah Suriah: Pembentukan komite pencari fakta, penangkapan sejumlah tersangka
  • Pihak internasional yang terlibat: Kantor Hak Asasi Manusia PBB