Tim Hukum Hasto Kristiyanto Temukan Kejanggalan Fatal dalam Dakwaan KPK
Tim Hukum Hasto Kristiyanto Temukan Kejanggalan Fatal dalam Dakwaan KPK
Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyatakan keberatan atas surat dakwaan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Rabu (12/3/2025), Febri mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang menurutnya mencampuradukkan fakta dan opini, bahkan menyertakan unsur imajinasi. Ia menegaskan hal ini sangat merugikan dan berpotensi mengaburkan pencarian kebenaran material dalam proses hukum yang tengah dijalani kliennya.
Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK, mengungkapkan beberapa poin krusial yang menjadi sorotan tim hukum. Pertama, terkait data perolehan suara Caleg PDI-P, Nazarudin Kemas. Dakwaan KPK menyebutkan perolehan suara nol, sementara fakta hukum menunjukkan Nazarudin Kemas justru memperoleh suara terbanyak. Perbedaan data yang signifikan ini, menurut Febri, menimbulkan kecurigaan akan adanya motif terselubung di balik dakwaan tersebut. Ketidaksesuaian fakta ini, menurut tim hukum, merupakan indikasi yang sangat memprihatinkan.
Kedua, dakwaan KPK menyebutkan adanya pertemuan tidak resmi antara Hasto Kristiyanto dengan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan (poin nomor 23). Namun, berdasarkan putusan nomor 28 yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kasus Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio, pertemuan tersebut tercatat sebagai pertemuan resmi dalam konteks rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019. Perbedaan interpretasi ini, menurut Febri, menunjukkan adanya penyimpangan fakta yang sengaja dilakukan.
Ketiga, dakwaan KPK (poin nomor 24) menuduh Hasto menerima laporan dari Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang kepada Wahyu Setiawan. Namun, putusan nomor 28 tidak menemukan bukti hukum yang mendukung tuduhan tersebut. Febri menegaskan, ini merupakan tuduhan tanpa dasar yang telah diuji dan dinyatakan tidak terbukti dalam persidangan sebelumnya. Ketidakkonsistenan fakta ini semakin menguatkan dugaan adanya upaya pemutarbalikan fakta.
Keempat, poin nomor 25 dalam dakwaan menyebutkan Hasto memberikan dana Rp 400 juta melalui Kusnadi kepada Donny Tri Istiqomah, yang kemudian diteruskan kepada Wahyu Setiawan. Namun, putusan nomor 18 atas terdakwa Saiful Bahri secara tegas menyatakan bahwa sumber dana tersebut berasal dari Harun Masiku, bukan Hasto Kristiyanto. Ini merupakan kontradiksi yang sangat jelas dan mengkhawatirkan, mengingat putusan tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Atas temuan-temuan tersebut, tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto mendesak agar persidangan yang akan dimulai pada Jumat (14/3/2025) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, berjalan secara adil dan transparan. Mereka berharap KPK dapat membuktikan seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada Hasto. Sidang ini terkait dugaan suap kepada Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui pergantian antarwaktu (PAW), serta dugaan perintangan penyidikan terhadap Harun Masiku yang telah berstatus buron sejak tahun 2020.
Tim hukum menekankan pentingnya proses hukum yang berlandaskan fakta dan bukti yang kuat, bukan opini atau imajinasi. Mereka berharap agar kebenaran dapat terungkap selama persidangan berlangsung, dan keadilan dapat ditegakkan bagi klien mereka.