Strategi Mitigasi Banjir Jabodetabek-Punjur: Melampaui Infrastruktur, Menuju Pendekatan Geologi Integratif

Strategi Mitigasi Banjir Jabodetabek-Punjur: Melampaui Infrastruktur, Menuju Pendekatan Geologi Integratif

Badan Geologi Kementerian ESDM menekankan perlunya pendekatan holistik dalam mengatasi permasalahan banjir yang kerap melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur). Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur semata tidak cukup untuk menanggulangi bencana ini. Aspek geologi dan hidrogeologi harus menjadi pondasi utama dalam strategi mitigasi banjir yang efektif dan berkelanjutan. Wafid menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya air dan upaya pelestarian kawasan resapan air tanah merupakan kunci untuk menjaga keseimbangan lingkungan, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk seperti Jabodetabek-Punjur.

Selama lebih dari dua dekade, Badan Geologi telah aktif berkontribusi dalam penyusunan kebijakan tata ruang wilayah Jabodetabek-Punjur. Kontribusi tersebut meliputi:

  • 1995: Penyusunan Peta Fungsi Konservasi Air Tanah dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Kawasan Puncak Jawa Barat, yang menjadi dasar Keppres Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor – Puncak – Cianjur.
  • Perpres Nomor 54 Tahun 2008: Kajian Geologi Lingkungan Jabodetabek-Punjur yang menjadi dasar penyusunan peraturan presiden tersebut.
  • 2019: Penyediaan data penyelidikan Geologi Terpadu untuk mendukung Perpres Nomor 60 Tahun 2020.
  • Perpres Nomor 60 Tahun 2020: Pola ruang yang mencakup Kawasan Lindung Geologi, lokasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Nambo di Kabupaten Bogor, dan Cekungan Air Tanah (CAT) Jabodetabek-Punjur.

Wafid menjelaskan bahwa data dan kajian geologi yang disediakan oleh Badan Geologi menjadi acuan penting dalam menentukan kawasan lindung geologi dan kawasan imbuhan air tanah. Hal ini krusial untuk menjaga keseimbangan ekosistem air tanah dan meminimalisir risiko banjir akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Lebih lanjut, Badan Geologi mengusulkan sejumlah langkah strategis untuk memperkuat regulasi dan implementasi kebijakan pengelolaan air tanah, antara lain:

  • Peninjauan Ulang Perpres Nomor 60 Tahun 2020: Peninjauan ini harus mempertimbangkan aspek geologi yang komprehensif, meliputi litologi, geomorfologi, hidrogeologi, dan potensi kebencanaan geologi.
  • Pemulihan Daya Resap Air: Melalui evaluasi kawasan resapan air dan penerapan KDB yang tepat di Kawasan Puncak Bogor – Cianjur.
  • Peningkatan Kemampuan Imbuhan Air Tanah: Sesuai amanat PP Nomor 30 Tahun 2024, melalui penerapan Zero Delta Q Policy dan pembangunan sumur resapan.
  • Pengawasan dan Pengendalian Pengambilan Air Tanah: Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2024.
  • Mitigasi Integratif untuk Pemulihan Neraca Air: Melalui pengendalian aliran permukaan, revitalisasi situ/waduk, dan konservasi mekanika lahan.
  • Mitigasi Penurunan Muka Tanah: Upaya ini bertujuan untuk mengurangi kontribusi penurunan muka tanah terhadap peningkatan intensitas banjir.

Badan Geologi menekankan perlunya pendekatan mitigasi bencana banjir yang ilmiah dan terintegrasi, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan landasan data geologi yang akurat. Dengan komitmen untuk menyediakan kajian dan analisis geologi yang komprehensif, Badan Geologi optimistis bahwa pengelolaan air tanah yang lebih baik dan penerapan kebijakan tata ruang berbasis geologi dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan banjir di Jabodetabek-Punjur, menuju pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.